JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan untuk mengalihkan status penahanan Direktur Pemberitaan Jak TV nonaktif, Tian Bahtiar, menjadi tahanan kota. Keputusan ini diambil setelah pihak Kejagung memperoleh informasi mengenai kondisi kesehatan Tian, yang memiliki riwayat penyakit jantung.
Alasan Pengalihan Status Penahanan
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Tian Bahtiar menderita penyakit jantung, dengan 8 ring yang dipasang di pembuluh darahnya, serta memiliki masalah dengan kolesterol dan pernapasan. Mengingat kondisi kesehatannya yang rentan, Kejagung memutuskan untuk mengalihkan penahanannya ke tahanan kota, yang lebih ringan.
“Kami juga telah berkonsultasi dengan dokter yang menangani yang bersangkutan,” ujar Harli.
Wajib Lapor dan Pemantauan
Sebagai bagian dari keputusan tersebut, Tian Bahtiar diwajibkan untuk melapor sekali dalam seminggu, setiap hari Senin. Selain itu, istri Tian menjadi penjamin pengalihan status penahanan suaminya, dan alat deteksi elektronik dipasang pada dirinya untuk memantau pergerakannya.
“Tersangka juga dilekatkan alat elektronik yang akan melakukan pemantauan terhadap pergerakan,” tambah Harli.
Kasus Suap yang Menjerat Tian Bahtiar
Tian Bahtiar terlibat dalam kasus suap terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berdasarkan penyidikan, Tian diduga menerima uang sebesar Rp478.500.000 untuk mempengaruhi pemberitaan dan membuat konten negatif tentang Kejaksaan. Tian diduga mempublikasikan informasi ini di media sosial, media online, dan Jak TV, yang menyebabkan Kejaksaan dinilai negatif oleh publik, merugikan hak-hak para terdakwa atau tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Tian diduga sengaja menyudutkan Kejaksaan dengan membuat pemberitaan yang merugikan instansi tersebut, dengan tujuan untuk memengaruhi jalannya proses hukum yang sedang berlangsung.
Pengalihan status penahanan Tian Bahtiar ke tahanan kota merupakan keputusan yang didasari oleh kondisi kesehatan yang memburuk. Dengan adanya wajib lapor dan pemantauan, Kejagung tetap mengawasi pergerakannya selama proses hukum berlangsung.