JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berharap agar kasus murid sekolah dasar yang dihukum duduk di lantai akibat menunggak SPP tidak terulang di masa mendatang.
“Kami berharap kasus ini tidak terulang kembali dan kebijakan seperti ini tidak boleh dilakukan oleh siapapun di lingkungan satuan pendidikan,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/1).
Nahar menjelaskan, Pasal 9 Ayat (1a) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual dan kekerasan di lingkungan pendidikan, termasuk yang dilakukan pendidik, tenaga kependidikan, sesama murid, atau pihak lain.
Selain itu, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan menegaskan bahwa kebijakan mengandung kekerasan, baik tertulis maupun tidak tertulis, berpotensi menimbulkan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, anggota komite sekolah, kepala sekolah, atau kepala dinas pendidikan.
“Dapat diterapkan sanksi administratif, dan anak harus tetap dijamin mendapatkan hak pendidikan serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” kata Nahar.
Sebelumnya, M (10), siswa kelas 4 di sebuah SD swasta di Medan, Sumatera Utara, dihukum wali kelasnya, H, dengan duduk di lantai selama dua hari, yakni pada 6-7 Januari 2025, saat jam belajar.
Mirisnya, hukuman tersebut diberikan sang guru karena M menunggak SPP selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2024, dengan total tunggakan Rp 180 ribu.
Selama hukuman berlangsung, M duduk di lantai mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB. Kasus ini menjadi perhatian publik setelah rekaman video M duduk di lantai tersebar luas di media sosial.