JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggebrak kasus korupsi dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Timur.
Empat tersangka pemberi suap ditahan mulai Kamis (2/10/2025) setelah diduga membayar fee mencapai Rp32,2 miliar kepada mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi (KUS). Penahanan ini menjadi pukulan telak bagi jaringan korupsi yang memanipulasi alokasi anggaran selama empat tahun berturut-turut.
Penahanan dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, dengan masa tahanan 20 hari pertama. Lokasi penahanan adalah Rutan Cabang KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan. Sementara itu, satu tersangka lain, A. Royan (AR), sementara waktu lolos dari penahanan karena kondisi kesehatannya yang sedang menurun.
Identitas Tersangka dan Alur Korupsi
4 Tersangka Kini Mendekam di Penjara adalah:
HAS, anggota DPRD Jawa Timur periode 2024-2029, yang bertindak sebagai koordinator lapangan (korlap) Pokmas untuk enam kabupaten: Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan. Ia diduga menerima dana hibah Rp30 miliar dan membayar fee Rp11,5 miliar kepada KUS.
JPP, pihak swasta asal Kabupaten Blitar, korlap untuk Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Ia mengelola dana hibah Rp91,7 miliar, dengan fee Rp18,6 miliar diserahkan ke KUS.
SUK, mantan kepala desa di Kabupaten Tulungagung, bersama Wawan Kristiawan (WK), pihak swasta setempat. Keduanya, bersama AR, mengkondisikan dana Pokmas senilai Rp10 miliar untuk Tulungagung, dengan total fee Rp21 miliar yang dibayarkan ke KUS.
Modus operandi kasus ini mengungkap praktik sistematis pengkondisian penyerapan dana hibah Pokmas. Total dana yang diterima KUS mencapai Rp398,7 miliar dari APBD Jatim, dengan rincian: Rp54,6 miliar (2019), Rp84,4 miliar (2020), Rp124,5 miliar (2021), dan Rp135,2 miliar (2022).
Korlap seperti HAS dan JPP memanipulasi proposal pengajuan hingga laporan pertanggungjawaban, memastikan dana mengalir deras. Setelah anggaran cair, KUS dan korlap menyepakati komitmen fee, yang kemudian ditransfer melalui rekening istri atau staf pribadi KUS.
Praktik ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga menghambat pembangunan masyarakat pedesaan di Jawa Timur. KPK menilai, jaringan ini telah menciptakan ekosistem korupsi yang melibatkan legislator, pejabat desa, dan swasta, dengan Pokmas sebagai kedok program pemberdayaan.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan komitmen lembaga dalam memberantas korupsi. “Terhadap keempat tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 s.d. 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK, Merah Putih,” ujar Asep Guntur Rahayu.
Ancaman Hukum yang Menanti
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika terbukti, mereka menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup atau minimal empat tahun, plus denda miliaran rupiah.
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di sektor hibah daerah, mengingatkan publik akan pentingnya pengawasan APBD.
KPK terus mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk potensi aliran dana ke jaringan lebih luas. Pengungkapan ini diharapkan menjadi momentum bagi reformasi tata kelola dana Pokmas di seluruh Indonesia.




