RAJA AMPAT – Sebagai tindak lanjut atas keluhan masyarakat setempat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melakukan inspeksi langsung ke lokasi tambang nikel milik PT GAG Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kunjungan ini bertujuan menilai secara faktual aktivitas pertambangan dan dampaknya, menyusul berbagai kekhawatiran yang disampaikan warga.
“Saya datang ke sini untuk mengecek langsung, untuk melihat secara objektif apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Bahlil saat berada di lokasi, Sabtu (7/6/2025).
Ia menegaskan, evaluasi menyeluruh tetap akan dipublikasikan oleh tim teknis dari Kementerian ESDM usai pengecekan selesai. “Nanti, hasilnya akan dikabari tim saya,” lanjutnya.
Langkah Bahlil ini juga dibarengi oleh kehadiran Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Tri Winarno. Dalam penilaiannya, skala kegiatan tambang di Pulau Gag tergolong terbatas.
Dari 263 hektare lahan yang dibuka, separuhnya bahkan telah menjalani proses reklamasi.
Evaluasi Awal: Bukaan Terbatas, Reklamasi Berjalan
Tri menyebut bahwa 131 hektare lahan sudah direklamasi dan 59 hektare di antaranya dinilai berhasil.
Berdasarkan pengamatan udara yang dilakukan menggunakan helikopter, ia juga memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda sedimentasi di kawasan pesisir Pulau Gag.
“Secara keseluruhan, tambang nggak ada masalah,” ujarnya.
Namun demikian, keputusan akhir terkait keberlangsungan tambang ini masih menunggu hasil evaluasi resmi dari pemerintah.
Hasil tersebut akan menjadi penentu apakah PT GAG Nikel dapat kembali beroperasi atau justru harus menghentikan seluruh aktivitasnya.
Status Legalitas GAG Nikel dan Alasan Penghentian
PT GAG Nikel memiliki izin tambang berdasarkan kontrak karya (KK) yang tercatat di sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akte 430.K/30/DJB/2017 dan total luas izin mencapai 13.136 hektare.
Penghentian sementara ini dilakukan sebagai respons terhadap laporan warga dan sebagai bagian dari upaya pemerintah memastikan bahwa aktivitas tambang memenuhi seluruh regulasi dan prosedur lingkungan.
Bahlil mengonfirmasi bahwa GAG Nikel merupakan satu-satunya perusahaan tambang yang saat ini masih aktif di kawasan Raja Ampat.
Izin operasi resmi diterbitkan pada 2017 dan kegiatan produksi dimulai setelah memperoleh dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Izin pertambangan di Raja Ampat itu ada beberapa, mungkin ada lima. Nah, yang beroperasi sekarang itu hanya satu yaitu GAG. GAG Nikel ini yang punya adalah Antam, BUMN,” tegasnya.
Kunjungan lapangan ini menjadi bagian dari pendekatan objektif pemerintah dalam merespons dinamika antara industri ekstraktif dan kepentingan ekologis di kawasan konservasi Raja Ampat.
Keputusan akhir dari hasil evaluasi mendatang akan menjadi tolok ukur keberlanjutan operasi tambang GAG Nikel di tengah sorotan publik terhadap dampak lingkungan dan sosial.***