JAKARTA – Pemerintah mengambil langkah tegas untuk menutup celah praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) bagi pengurus Koperasi Merah Putih.
Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa pengurus Koperasi Desa Merah Putih tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan Kepala Desa maupun perangkat desa lainnya.
Kebijakan ini sebagai upaya mencegah dominasi keluarga dalam struktur koperasi yang berpotensi memicu KKN.
Penegasan Budi Arie ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran yang disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam.
Dalam rapat kerja yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025), Mufti meminta jaminan bahwa pengurus Koperasi Merah Putih dipilih secara profesional, bukan berdasarkan kedekatan darah atau hubungan keluarga.
Praktik Nepotisme
Mufti mengungkapkan bahwa praktik nepotisme di koperasi desa sudah menjadi rahasia umum.
Ia menilai banyak koperasi yang pengurusnya merupakan keluarga dari kepala desa.
“Sejak awal maka pertanyaan saya apa langkah konkret dari Pak Menteri untuk memastikan bahwa pengurus Koperasi Merah Putih tidak asal tunjuk, tapi betul-betul profesional dan punya integritas,” ujarnya dalam forum tersebut.
Menurut Mufti, sering kali pengurus koperasi berasal dari lingkaran keluarga kepala desa yang ditunjuk secara langsung.
“Banyak masyarakat yang menyampaikan bahwa koperasi ini rata-rata pengurus yang ditunjuk, dibentuk adalah keluarga kepala desa. Sejak awal sudah nepotisme KKN, bagaimana ke depan?” kata Mufti.
Dalam rangka mencegah praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan koperasi desa, Menteri Budi Arie menegaskan bahwa pihaknya telah menetapkan aturan ketat mengenai struktur pengurus Koperasi Merah Putih.
Salah satu ketentuan utama adalah larangan keras bagi individu yang memiliki hubungan semenda atau kekeluargaan dengan kepala desa untuk menjadi pengurus.
“Dalam aturan kita, itu kita sudah jelaskan Kepala Desa ex officio Ketua Pengawas. Dan dalam pengurus koperasi yang jumlahnya 5 orang tidak boleh ada hubungan semenda.”
“Jadi istri anak, nggak boleh jadi pengurus. Jadi nanti kalau ada dia, pasti akan kita batalkan,” terang Budi Arie.
Sementara itu, Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Ferry Juliantono, menambahkan bahwa untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, proses pemilihan pengurus dilakukan melalui mekanisme musyawarah desa.
Ia menilai, dengan cara ini masyarakat setempat yang lebih memahami konteks sosial di desanya dapat berperan aktif mengawasi dan memilih orang-orang yang layak.
“Ya kan orang desa kan ngerti ini keluarga ini, ini, ini. Pasti ada kontrol di antara mereka sendiri. Pelaksanaan penentuan pengurus segala macam kan di dalam mekanisme musyawarah desa orang mereka sendiri yang mengerti itu,” ujar Ferry.***