JAKARTA — Rencana ambisius pemerintah untuk membentuk 80.000 Koperasi Merah Putih mendapat perhatian kritis dari Komisi VI DPR RI.
Anggota DPR Nurdin Halid menegaskan pentingnya pengawalan ketat dalam implementasi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih).
Hal ini agar tidak memicu masalah serius seperti kredit macet, pemborosan dana desa, hingga menjamurnya koperasi fiktif.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi di Jakarta, Senin (26/5), Nurdin menyoroti model pembiayaan melalui pinjaman bank Himbara yang akan dibayar dari dana desa.
Menurutnya, skema ini mengandung risiko tinggi terhadap stabilitas fiskal desa karena cicilan utang bisa menggerus alokasi pembangunan lainnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa ketergantungan pada skema kredit tanpa landasan usaha yang jelas akan membebani keuangan negara dan meningkatkan rasio kredit bermasalah di bank-bank pelat merah.
“Tanpa jaminan kualitas koperasi yang terbentuk dan prospek usaha yang jelas, potensi kredit bermasalah akan meningkat dan tujuan pembangunan desa justru terdistorsi oleh utang struktural yang tidak siap,” kata Nurdin Halid.
Sorotan Kinerja dan Keberlanjutan Kopdes
Nurdin juga menyoroti rendahnya tingkat realisasi pembentukan koperasi desa.
Hingga 25 Mei 2025, baru sekitar 54,26 persen atau 45.553 koperasi yang berhasil dibentuk dari target 80.000.
Ia memperingatkan potensi kemunculan “koperasi kertas”, koperasi yang hanya tercatat di atas dokumen tanpa aktivitas usaha nyata.
Menurutnya, program ini akan sulit berkelanjutan jika terlalu mengandalkan subsidi dari APBN, dana desa, atau dana CSR.
Ia menekankan pentingnya kemandirian koperasi sebagai fondasi pembangunan ekonomi desa.
“Kopdes seharusnya mampu berdiri di atas kaki sendiri dan tidak menggantungkan hidupnya pada bantuan negara,” tegasnya.
Ia juga menyoroti keterbatasan SDM pendamping dan lemahnya infrastruktur digital di desa-desa, yang dinilai belum siap menopang koperasi secara menyeluruh.
Ketimpangan jumlah tenaga pendamping dibanding jumlah desa dinilai berisiko terhadap efektivitas program.
Kopdes sebagai Transformasi Sosial Ekonomi
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi meminta publik tidak terjebak pada rasa takut atau curiga yang berlebihan terhadap program Kopdes Merah Putih.
Menurutnya, semangat koperasi harus didorong dengan optimisme dan keyakinan bahwa desa mampu menjadi aktor utama ekonomi nasional.
“Kita takut siap enggak nih orang desa, curiga nanti kepala desanya begini begini, atau kita ragu-ragu,” ujarnya.
“Ini memang soal pertaruhan kita tentang koperasi, di mana program kopdes ini saya yakin jika dikelola dengan baik akan memunculkan sebuah tata sosial ekonomi yang lebih berkeadilan,” sambung dia.
Budi meyakini bahwa koperasi desa bisa menjadi motor penggerak transformasi sosial-ekonomi nasional jika dikelola dengan transparan, akuntabel, dan didukung oleh SDM yang mumpuni.
Ia berjanji akan terus memperbaiki kelemahan program agar benar-benar berdampak positif bagi masyarakat.***