JAKARTA – Ibu dari mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, angkat bicata usai permohonan praperadilan anaknya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025). Dalam pernyataannya, Atika Algadri menyebut bahwa kasus yang menjerat putranya bukan kasus yang berdiri sendiri.
“Nadiem hanya salah satu contohnya, sebab terlalu banyak orang-orang lain yang diperlakukan seperti ini. Ada Pak Hasto, Tom Lembong, banyak sekali. Minta dibantu doanya aja,” kata Atika kepada awak media usai sidang.
Atika menyampaikan keyakinannya bahwa Nadiem telah menjalankan tugas sebagai pejabat negara dengan penuh integritas.
“Kami tahu bahwa anak kami bersih menjalankan seluruh pekerjaannya, kariernya itu dengan prinsip-prinsip itu. Prinsip-prinsip moral dan kejujuran dan kebaikan yang teguh untuk nusa dan bangsa,” ujarnya.
Ia juga berharap penegak hukum dapat bekerja secara objektif dan menegakkan keadilan, bukan hanya untuk anaknya, tetapi juga untuk masa depan hukum di Indonesia.
Sementara itu, ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim, turut menyampaikan kekecewaannya atas putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan tersebut. Kendati demikian, ia menyatakan akan terus memberikan dukungan penuh kepada putranya.
“Untung sekali bahwa Nadiem berdiri kuat sekali sampai hari ini, dia bisa bertahan lama kuat sekali,” tutur Nono kepada wartawan.
Hakim Tolak Praperadilan Nadiem
Sebelumnya, hakim tunggal I Ketut Darpawan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem, yang menggugat status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019–2022.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Ia diduga memiliki peran saat menjabat sebagai Mendikbudristek pada 2020, dalam merencanakan penggunaan produk Google dalam pengadaan perangkat TIK. Padahal, saat itu proses pengadaan belum dimulai.
Jaksa menyangkakan Nadiem dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.




