TEL AVIV – Seorang pemuda Israel Itamar Greenberg (18) memilih dipenjara karena menolak mengikuti wajib militer dan dikirim ke medan perang di Gaza. Itamar sudah 197 hari mendekam di penjara Israel.
keputusan yang diambil Itamar bukan tanpa pertimbangan. Ia mengaku bahwa peperangan di Gaza merupakan Tindakan kejahatan.
“Semakin banyak yang saya pelajari, semakin saya tahu bahwa saya tidak bisa mengenakan seragam yang melambangkan pembunuhan dan penindasan,”** tegasnya kepada CNN.
Bagi Greenberg, perang di Gaza adalah “genosida” dan itu semakin menguatkan tekadnya. “Ada genosida. Jadi, kita tidak butuh alasan yang kuat lagi (untuk menolak),” ujarnya.
Pemerintah Israel membantah tuduhan genosida, menyebut operasi militer di Gaza demi keamanan nasional. Namun, Greenberg menyaksikan sendiri “pembantaian anak-anak dan perempuan” yang terjadi terang-benderang.
“Saya menginginkan perubahan ini dan saya akan mengorbankan nyawa saya untuk itu,”katanya.
Ia bersikukuh memilih penjara ketimbang bergabung dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Dikucilkan, Diancam, bahkan oleh Keluarga Sendiri
Pilihan Greenberg sangat tidak populer di Israel, di mana wajib militer adalah bagian dari identitas sosial. Sejak SD, anak-anak diajari bahwa suatu hari mereka harus jadi tentara. Pada usia 16, mereka menerima panggilan pertama, dan wajib militer dimulai di usia 18.
Akibat penolakannya, Greenberg dianggap “pengkhianat”, “antisemit”, bahkan”pendukung teroris”.
Ia mendapat ancaman pembunuhan di media sosial. “Orang-orang mengirim pesan bahwa mereka akan membantai saya, seperti yang Hamas lakukan pada 7 Oktober,” ungkapnya.
Bahkan di penjara, ia harus diisolasi karena ancaman dari sesama tahanan. Keluarganya pun mengucilkannya.
Gerakan Penolak Wajib Militer Meningkat Sejak Perang Gaza
Greenberg tidak sendirian. Mesarvot organisasi pendukung pembangkang wajib militer, mencatat belasan pemuda terang-terangan menolak wajib militer sejak perang 7 Oktober 2023—jumlah lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya.
Banyak juga yang menolak secara diam-diam, seperti berpura-pura sakit jiwa. Yesh Gvul, kelompok antiperang lain, menyebut sekitar 20% pemuda Israel menolak wajib militer setiap tahunnya—meski IDF tak pernah merilis data resmi.
“Kami kecil, tapi kami ada,” kata Greenberg, mewakili suara minoritas yang berani melawan arus.