CHINA – Sebuah perusahaan di China, Shuntian Chemical Group, membuat kebijakan kontroversial yang mengancam akan memecat karyawannya yang masih lajang jika tidak menikah sebelum akhir September 2025. Kebijakan ini menuai kritik luas dari publik dan akhirnya dicabut setelah dianggap melanggar undang-undang ketenagakerjaan.
Kebijakan yang Memicu Protes
Shuntian Chemical Group, yang berkantor pusat di Provinsi Shandong, China Timur, mengumumkan kebijakan ini pada Februari 2025. Perusahaan tersebut meminta karyawan lajang berusia 28 hingga 58 tahun, termasuk yang bercerai, untuk menikah paling lambat 30 September 2025. Jika gagal, mereka harus menulis “refleksi diri” pada kuartal pertama dan menghadapi evaluasi perusahaan pada kuartal kedua.
Bahkan, perusahaan mengancam akan memutus kontrak kerja karyawan yang tidak menikah hingga kuartal ketiga. “Jika Anda tidak dapat menikah dan membangun keluarga pada kuartal ketiga, perusahaan akan memutuskan kontrak kerja Anda. Harap diperhatikan,” bunyi pengumuman tersebut, seperti dilansir NBC News (26/2/2025).
Kebijakan ini juga menyasar karyawan lajang yang dianggap tidak menanggapi “panggilan nasional” untuk menikah dan memiliki anak. Perusahaan bahkan menuduh mereka tidak setia dan tidak patuh pada nasihat orang tua.
Tantangan Demografis China
Kebijakan Shuntian Chemical Group muncul di tengah upaya pemerintah China meningkatkan angka pernikahan dan kelahiran. Negara tersebut menghadapi penurunan populasi yang signifikan, dengan jumlah pernikahan baru turun seperlima pada tahun 2024—penurunan terbesar yang pernah tercatat.
Populasi China juga turun untuk ketiga kalinya berturut-turut, menjadi 1,408 miliar pada tahun lalu.
Pemerintah China telah mencoba berbagai cara untuk mendorong generasi muda menikah dan memiliki anak, termasuk usulan menurunkan usia legal menikah dari 22 tahun untuk pria dan 20 tahun untuk wanita menjadi 18 tahun.
Namun, langkah-langkah ini belum berhasil mengatasi penurunan angka pernikahan dan kelahiran.
Reaksi Publik dan Pencabutan Kebijakan
Kebijakan Shuntian Chemical Group langsung menuai kritik di media sosial China. Banyak netizen menuding perusahaan hanya mencari alasan untuk memecat karyawan.
“Bukankah ini hanya alasan lain untuk memecat karyawan?” tulis seorang pengguna di platform Weibo.
Tekanan publik dan intervensi pejabat pemerintah akhirnya memaksa perusahaan mencabut kebijakan tersebut. Seorang perwakilan Shuntian Chemical Group mengonfirmasi pencabutan ini, meski menolak menyebutkan nama.
“Pengumuman ini telah dicabut karena beberapa kata yang digunakan tidak pantas,” ujarnya.
Pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan
Kebijakan Shuntian Chemical Group dinilai melanggar undang-undang ketenagakerjaan China, yang melindungi hak-hak pekerja tanpa memandang status perkawinan.
Pencabutan kebijakan ini menunjukkan betapa sensitifnya isu pernikahan dan demografi di China, serta pentingnya menghormati hak-hak dasar karyawan.
Meski kebijakan Shuntian Chemical Group telah dicabut, kasus ini menyoroti tekanan besar yang dihadapi perusahaan dan pemerintah China dalam menghadapi tantangan demografis.
Namun, langkah-langkah yang diambil harus tetap mempertimbangkan hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum.