JAKARTA – Polemik keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), kembali memanas. Pakar telematika Roy Suryo menggugat pernyataan Bareskrim Polri yang menyebut ijazah Jokowi asli dan identik dengan dokumen rekan seangkatannya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut Roy, hasil penyelidikan tersebut bukanlah akhir dari perdebatan, melainkan baru “secarik” langkah dalam proses panjang menuju kebenaran.
Roy Suryo menegaskan bahwa temuan Bareskrim Polri hanya menyebut ijazah Jokowi “identik” dengan dokumen pembanding, bukan otentik. “Ini bukan keputusan yang final dan bundling, final dan bundling itu adalah pengadilan. Jadi, ini baru secercah, kalau kata Bung Karno ini baru sekerikil dari kehidupan yang ada. Artinya, apa yang ditemukan itu adalah alat bukti yang sudah dinyatakan oleh kepolisian adalah identik bukan otentik loh ya,” ujar Roy Suryo tanpa mengubah sedikit pun nada kritisnya.
Bareskrim: Ijazah Jokowi Identik, Tapi Roy Suryo Ragukan Prosesnya
Bareskrim Polri sebelumnya mengumumkan bahwa ijazah sarjana Fakultas Kehutanan UGM milik Jokowi telah melalui uji laboratorium forensik (labfor). Hasilnya, dokumen tersebut identik dengan ijazah tiga rekan seangkatan Jokowi, termasuk dari segi jenis kertas, tulisan, hingga map penyimpanan yang sudah tampak usang. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, menegaskan bahwa uji banding dilakukan secara mendetail untuk menjawab laporan dugaan ijazah palsu.
Namun, Roy Suryo justru mempertanyakan transparansi proses tersebut. Menurutnya, hasil laboratorium forensik belum menunjukkan keaslian mutlak karena ijazah asli Jokowi tidak pernah ditampilkan secara publik.
“Silakan bisa disimak berbagai statement saya di ruang publik sebelumnya bahwa hasil Puslabfor Mabes Polri ini belum final. Hanya merupakan satu bagian proses pembuktian dan tidak merupakan hasil otentik, hanya identik, di mana sampel identifikasinya juga tidak transparan,” tegas Roy, mengutip pernyataannya kepada Kompas.com pada Jumat (23/5/2025).
Polemik Berlanjut: Publik Dibuat Bertanya-tanya
Pernyataan Roy Suryo ini memicu reaksi beragam di kalangan masyarakat. Sebagian pihak menilai sikap kritis Roy sebagai upaya mencari kebenaran, sementara yang lain menganggapnya sebagai provokasi yang memperkeruh suasana. Polemik ini semakin menarik perhatian karena melibatkan nama besar Jokowi, yang telah menyelesaikan masa jabatannya sebagai presiden. Roy bahkan menyebut bahwa hasil penyelidikan Bareskrim justru berpotensi merusak citra institusi kepolisian di mata publik.
Menurut Roy, kejelasan soal ijazah Jokowi hanya bisa dipastikan melalui proses pengadilan yang transparan. Ia menegaskan bahwa penggunaan istilah “identik” oleh Bareskrim menunjukkan bahwa dokumen tersebut hanya mirip dengan pembanding, bukan bukti otentik yang tak terbantahkan. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah polemik ini akan berlanjut ke ranah hukum atau justru mereda seiring waktu?
Dampak Sosial dan Reaksi Publik
Kontroversi ini tak hanya menjadi perbincangan di ranah hukum, tetapi juga memicu diskusi sengit di media sosial. Banyak netizen yang mempertanyakan mengapa isu ini terus bergulir meski UGM dan Bareskrim telah memberikan pernyataan resmi. Di sisi lain, pendukung Roy Suryo menilai bahwa keraguan terhadap ijazah Jokowi adalah bagian dari hak publik untuk menuntut transparansi dari seorang pemimpin.
Sementara itu, tim hukum Jokowi menegaskan bahwa tuduhan ini telah terbantahkan oleh fakta-fakta resmi, termasuk pernyataan dari UGM dan hasil uji forensik. Mereka meminta Roy Suryo untuk membuktikan klaimnya di pengadilan agar polemik ini tidak terus menjadi bola liar yang memecah belah masyarakat.
Hingga kini, proses penyelidikan terhadap laporan dugaan ijazah palsu masih berlangsung di Polda Metro Jaya. Roy Suryo dan beberapa pihak lain yang turut dilaporkan Jokowi atas tuduhan pencemaran nama baik diminta untuk menahan diri dari pernyataan yang dapat memicu kegaduhan. Namun, dengan sikap kritis Roy yang terus menggugat, tampaknya polemik ini masih jauh dari kata selesai.