JAKARTA – Kasus korupsi yang mengguncang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), kembali menjadi sorotan. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) mengungkap praktik culas dalam pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020–2024, yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Lima tersangka, termasuk mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, ditetapkan sebagai dalang di balik skema korupsi ini. Apa saja modus licik yang mereka gunakan? Simak ulasan berikut.
Modus Jahat: Manipulasi Tender hingga Barang Tak Sesuai Spesifikasi
Kejari Jakpus mengungkap bahwa kasus ini berawal dari pengadaan barang dan jasa PDNS pada 2020 dengan anggaran sebesar Rp958 miliar. Namun, alih-alih mematuhi Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 yang mengamanatkan pengelolaan data terintegrasi secara mandiri, Kominfo justru membentuk PDNS yang bergantung pada pihak swasta.
“Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000,” ujar Kasi Intel Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting.
Praktik curang ini berlanjut hingga 2024, dengan PT Aplikanusa Lintasarta (AL) dan PT Docotel Teknologi diduga dimenangkan secara sengaja melalui pengaturan tender. Lebih parahnya, perusahaan pemenang tender mensubkontrakkan proyek ke pihak lain, menggunakan barang yang tidak memenuhi spesifikasi teknis. Tujuannya? Mengantongi keuntungan besar melalui suap dan kickback.
“Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan,” ungkap Kepala Kejari Jakpus, Safrianto Zuriat Putra.
Kerugian Negara Ratusan Miliar, Dua Pejabat Kominfo Terima Suap Rp11 Miliar
Dampak dari skandal ini sangat mencengangkan. Penyidik memperkirakan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah, dengan perhitungan resmi masih dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Safrianto menyebutkan, dua mantan pejabat Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan dan Bambang Dwi Anggono, diduga menerima suap sebesar Rp11 miliar dari tersangka Alfi Asman untuk memuluskan proyek ini.
Selain Semuel dan Bambang, tiga tersangka lainnya adalah Nova Zanda (Pejabat Pembuat Komitmen PDNS), Alfi Asman (eks Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta), dan Pini Panggar Agusti (eks Account Manager PT Docotel Teknologi). Kelimanya kini ditahan selama 20 hari, mulai 22 Mei hingga 10 Juni 2025, untuk kepentingan penyidikan.
Barang Bukti Disita: Uang, Mobil, hingga Emas
Penyidik Kejari Jakpus tidak tinggal diam. Mereka menyita barang bukti berupa uang tunai Rp1,78 miliar, tiga unit mobil, 176 gram logam mulia, serta dokumen penting yang diduga terkait kasus ini. Penyitaan ini telah mendapat persetujuan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Respons Pemerintah: Pejabat Tersangka Diberhentikan
Menteri Komdigi Meutya Hafid langsung mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan dua pejabat Komdigi yang terlibat sebagai tersangka.
“Terkait dua pegawai Komdigi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Meutya, Jumat (23/5/2025).
Ia juga berencana membentuk tim evaluasi internal untuk memperbaiki tata kelola proyek pusat data. Kasus ini pertama kali mencuat setelah serangan ransomware oleh kelompok hacker Brain Cipher pada Juni 2024, yang melumpuhkan 210 server instansi pemerintah. Insiden ini mengungkap kelemahan keamanan PDNS, yang diduga disebabkan oleh ketidaksesuaian spesifikasi teknis dan pelanggaran prosedur. Semuel, yang saat itu menjabat Dirjen Aptika, mundur pada Juli 2024 karena merasa bertanggung jawab atas peretasan tersebut. Kini, ia justru terjerat kasus korupsi yang jauh lebih besar.
Tiga Mantan Menteri Kominfo Diselidiki
Skandal ini juga menyeret nama tiga mantan Menteri Kominfo, Rudiantara, Johnny G Plate, dan Budi Arie Setiadi, yang menjabat selama periode 2020–2024. Namun, Budi Arie mengklaim dirinya yang pertama kali melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung pada September 2024.
“Saya yang melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung sekira September 2024,” tegasnya.
Langkah ke Depan: Pemerintah Diminta Benahi Sistem
Kasus korupsi PDNS menjadi pukulan telak bagi upaya pemerintah membangun infrastruktur digital yang andal. Pakar keamanan siber menyoroti perlunya sanksi tegas bagi pejabat yang lalai serta perbaikan sistem pengadaan agar sesuai dengan regulasi. Pemerintah kini menargetkan pemulihan penuh PDNS pada Agustus 2025 dan berjanji melakukan audit menyeluruh.