SULSEL – Seorang pelajar SMA berinisial MAS (18) ditangkap oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Sabtu, 24 Mei 2025, pukul 17.20 WITA. MAS diduga menjadi bagian dari jaringan penyebar ideologi radikal ISIS melalui media sosial.
Pelaku ditangkap karena aktif mengajak orang untuk melakukan aksi teror, termasuk pengeboman tempat ibadah, melalui platform digital.
Keterlibatan remaja seusia MAS dalam aktivitas terorisme digital mengejutkan warga. MAS selama ini dikenal sebagai pengajar di Rumah Tahfidz Alquran (RTA) di Palangga, Gowa. Ketua RT setempat, Nasir Daeng Nai, menyatakan keterkejutannya atas penangkapan ini.
“Dia diamankan saat sedang membeli galon air isi ulang di depan SMP Citra. Saya tidak tahu aktivitas lainnya karena dia biasanya mengajar di Palangga,” ungkap Nasir, Minggu (25/5/2025).
Penyebaran Propaganda Radikal oleh Pelajar SMA
Menurut PPID Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, MAS secara aktif mengelola grup WhatsApp bernama Daulah Islamiah yang dibuat sejak Desember 2024. Grup ini digunakan untuk menyebarkan propaganda ISIS secara sistematis. MAS, meskipun masih duduk di bangku SMA, membagikan berbagai konten radikal mulai dari gambar, video, rekaman suara, hingga tulisan yang mempromosikan ideologi kekerasan.
“Terduga aktif menyebarkan propaganda dan ajakan melakukan aksi pengeboman terhadap tempat ibadah,” ujar Mayndra, Minggu (25/5/2025).
Tim Densus 88 langsung bergerak cepat usai penangkapan dengan menggeledah rumah MAS untuk mengumpulkan barang bukti terkait aktivitas digitalnya. Hingga saat ini, belum ada informasi resmi terkait hasil penggeledahan tersebut.
Reaksi Keluarga dan Masyarakat
Orangtua MAS, yang enggan disebutkan namanya, menolak tudingan terhadap anaknya dan menegaskan bahwa MAS hanya fokus dalam aktivitas keagamaan.
“Anak saya hanya ngajar tahfiz Quran!” katanya dengan nada tegas, seperti dikutip dari wawancara di lokasi kejadian.
Namun, aparat menegaskan bahwa penangkapan ini bukan tanpa dasar. Kompol Agus Isnaini dari Direktorat Pencegahan Densus 88 menjelaskan bahwa radikalisasi remaja kerap terjadi di lingkungan sekolah maupun media sosial, menjadikan pelajar seperti MAS rentan menjadi agen penyebar ideologi teror.
Ancaman Nyata dari Radikalisme Pelajar
Kasus MAS menjadi alarm keras tentang bahaya penyebaran paham radikal di kalangan pelajar. Densus 88 menekankan bahwa keluarga dan sekolah harus lebih waspada terhadap perubahan perilaku anak, terutama yang aktif di dunia maya.
“Keluarga, khususnya ibu, memiliki peran kunci dalam menyadarkan pelaku teror untuk kembali,” ungkap Agus dalam sebuah diskusi di Jakarta, baru-baru ini.
Polri menyebut banyak pelaku teror yang mulai terpapar sejak usia muda. Ideologi kekerasan ini tidak didapat dari pelajaran formal, melainkan dari interaksi dengan kelompok ekstremis secara daring.
Langkah Densus 88: Perkuat Pengawasan Digital
MAS saat ini masih dalam proses interogasi intensif guna mengungkap keterlibatannya lebih jauh dalam jaringan terorisme. Densus 88 juga tengah memperluas pemantauan terhadap aktivitas digital berbahaya yang menyasar remaja.