JAKARTA – Serangan udara Israel menghantam Gaza, menewaskan lebih dari 400 orang, kata otoritas kesehatan Palestina pada Selasa (18/3/2025), yang mengancam runtuhnya gencatan senjata dua bulan tersebut, saat Israel bersumpah untuk menggunakan lebih banyak kekuatan guna membebaskan sandera yang ditahan Hamas.
Kelompok militan Palestina yang masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diculik dalam serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel, menuduh Israel telah melanggar gencatan senjata dan membahayakan upaya mediasi yang bertujuan mengamankan gencatan senjata permanen.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa ia telah memerintahkan militer untuk mengambil “tindakan tegas” terhadap Hamas sebagai tanggapan atas penolakan kelompok tersebut untuk melepaskan sandera yang tersisa dan menolak usulan gencatan senjata.
Militer Israel menggambarkan serangan tersebut sebagai “serangan pencegahan” yang bertujuan menggagalkan kemampuan Hamas untuk melancarkan serangan terhadap Israel serta untuk menghancurkan dan memperbaiki kembali kekuatan mereka. Militer Israel mengklaim telah menargetkan “komandan militer tingkat menengah, pejabat pimpinan, dan infrastruktur teroris” milik Hamas.
Serangan udara tersebut juga mengenai rumah-rumah dan kamp tenda yang menampung warga sipil dari utara hingga selatan Jalur Gaza, sementara tank-tank Israel menembakkan peluru ke wilayah perbatasan Gaza, kata saksi.
“Itu adalah malam yang sangat mengerikan. Rasanya seperti hari-hari pertama perang,” kata Rabiha Jamal, 65 tahun, ibu lima anak dari Kota Gaza, dilansir dari Reuters.
“Kami sedang bersiap untuk makan sebelum memulai hari berpuasa yang baru ketika gedung bergoyang dan ledakan mulai terdengar. Kami pikir ini sudah berakhir, tetapi perang kembali,” ujarnya kepada Reuters melalui aplikasi obrolan.
Netanyahu telah bersumpah untuk menghapuskan musuh lamanya, Hamas. Meskipun kelompok ini telah melemah akibat serangan udara dan ofensif darat Israel yang tak henti-hentinya, Hamas tetap menjadi kekuatan dominan di Gaza.
Di antara mereka yang tewas dalam serangan udara di rumah mereka adalah Essam Addalees, kepala pemerintahan de facto Hamas, Ahmed Al-Hetta, wakil menteri kehakiman, dan Mahmoud Abu Watfa, wakil menteri dalam negeri dan kepala layanan keamanan yang dikelola Hamas, kata Hamas.
Mesir, salah satu mediator dalam kesepakatan gencatan senjata yang disetujui pada Januari, menyerukan pengendalian diri dan mendesak semua pihak untuk bekerja menuju kesepakatan yang lebih langgeng.
Tekanan besar Israel terhadap Hamas datang ketika ketegangan meningkat di wilayah Timur Tengah, yang telah menyaksikan perang Gaza menyebar ke Lebanon, Yaman, dan Irak.
Media Israel melaporkan bahwa Israel membuka tempat perlindungan di beberapa area di pusat komersial Tel Aviv untuk mempersiapkan kemungkinan serangan balasan dari Hamas atau Yaman.