BANGKOK, THAILAND – Ketegangan di perbatasan Thailand-Kamboja kembali memanas setelah Thailand secara tegas menolak usulan Kamboja untuk membawa sengketa wilayah, termasuk kawasan Segitiga Zamrud dan kompleks kuil bersejarah, ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Pemerintah Thailand memilih menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi bilateral, menanggapi langkah Perdana Menteri Kamboja Hun Manet yang ingin menyerahkan perkara ke pengadilan internasional.
Latar Belakang Konflik Perbatasan
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja bukanlah hal baru. Salah satu konflik paling terkenal terjadi pada 2008 terkait Kuil Preah Vihear, yang memicu ketegangan hingga menewaskan sedikitnya 28 orang. Pada 2013, ICJ memutuskan bahwa wilayah di sekitar kuil tersebut merupakan bagian dari Kamboja, namun ketegangan sporadis masih berlanjut hingga kini. Baru-baru ini, insiden baku tembak pada 28 Mei 2025 di wilayah perbatasan kembali memanaskan situasi, menyebabkan seorang tentara Kamboja tewas dan beberapa lainnya terluka.
Thailand Pilih Diplomasi Bilateral
Thailand menegaskan bahwa sengketa perbatasan dapat diselesaikan tanpa melibatkan pihak ketiga seperti ICJ. “Thailand beranggapan sengketa wilayah tersebut bisa diselesaikan tanpa melibatkan pihak ketiga, termasuk Mahkamah Internasional,” demikian pernyataan resmi dari parlemen Thailand, yang disetujui secara bulat dalam sidang gabungan.
Pemerintah Thailand lebih memilih pendekatan damai melalui dialog langsung. Pekan depan, tepatnya pada 14 Juni 2025, kedua negara dijadwalkan menggelar pertemuan Komisi Perbatasan Gabungan (JBC) di Phnom Penh untuk membahas isu-isu perbatasan. Namun, Kamboja tampaknya bersikukuh untuk membawa masalah ini ke ranah internasional. Perdana Menteri Hun Manet menegaskan, “Kamboja berkomitmen untuk menyelesaikan masalah perbatasan secara damai, melalui mekanisme teknis dan sesuai dengan hukum internasional.”
Kamboja Ancam ke ICJ Tanpa Persetujuan Thailand
Kamboja tampaknya tidak ingin menunggu. Melalui pernyataan resmi pada 2 Juni 2025, pemerintah Kamboja menyatakan telah mengajukan sengketa ini ke ICJ, bahkan tanpa persetujuan Thailand. Perdana Menteri Hun Manet memperingatkan bahwa ketegangan yang tidak terselesaikan berpotensi menjadi konflik serius, bahkan membandingkannya dengan situasi “mirip Gaza.” Pernyataan ini memicu reaksi keras dari Thailand, yang menilai pendekatan sepihak Kamboja dapat memperkeruh hubungan bilateral.
Media sosial X juga ramai membahas langkah Kamboja. Sebuah postingan dari akun @postkhmer menyebutkan bahwa Kamboja tidak lagi ingin bernegosiasi dengan Thailand terkait empat wilayah sengketa dan memilih ICJ sebagai solusi. Sementara itu, akun @noithamma mengungkapkan bahwa Kamboja tetap ingin menjaga hubungan normal dengan Thailand meski bersikeras ke ICJ.
Upaya Damai di Tengah Ketegangan
Meski situasi memanas, kedua negara telah menyepakati gencatan senjata pasca-insiden baku tembak Mei lalu. Namun, laporan dari lapangan menyebutkan bahwa pasukan kedua negara masih berjaga ketat di wilayah sengketa, menunjukkan bahwa ketegangan belum sepenuhnya mereda.
Mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang merupakan ayah dari Hun Manet, juga angkat bicara. Ia menyerukan penyelesaian damai, memanfaatkan hubungan eratnya dengan mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, ayah dari Perdana Menteri saat ini Paetongtarn Shinawatra. Hubungan personal ini diharapkan dapat menjadi jembatan untuk meredakan konflik.