JAKARTA – Konflik di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali panas setelah baku tembak pada 28 Mei 2025 yang menewaskan seorang tentara Kamboja. Thailand mengirim tank dan tentara ke wilayah sengketa di Provinsi Ubon Ratchathani yang berbatasan dengan Kamboja. Situasi ini memicu kekhawatiran akan perang di kawasan Asia Tenggara.
Akar Konflik: Sengketa Wilayah Bersejarah
Perselisihan ini bukanlah hal baru. Wilayah di sekitar Kuil Preah Vihear, situs warisan dunia UNESCO berusia lebih dari 1.000 tahun, telah lama menjadi sumber ketegangan antara kedua negara. Meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2013 memutuskan bahwa kuil tersebut berada di wilayah Kamboja, garis batas di sekitarnya masih kabur, memicu konflik sporadis. Insiden terbaru pada 28 Mei 2025, yang terjadi di Distrik Choam Ksan (Kamboja) dan pos perbatasan Chong Bok (Thailand), kembali menyalakan api perseteruan.
Menurut juru bicara militer Kamboja, Mao Phalla, “Salah satu tentara kami tewas dalam bentrokan itu, dan ada beberapa lainnya yang terluka, tetapi kami belum memiliki angka rincinya.” Ia menuding pasukan Thailand memulai serangan saat patroli rutin Kamboja di wilayah Preah Vihear. Sebaliknya, militer Thailand mengklaim pasukan Kamboja yang memicu baku tembak dengan memasuki wilayah tumpang tindih dan melanggar kesepakatan bilateral.
Thailand Kerahkan Tank: Sinyal Perang atau Strategi Pertahanan?
Pasca-insiden, Thailand tidak tinggal diam. Negara ini mengerahkan tank dan pasukan tambahan ke perbatasan, sebuah langkah yang oleh banyak pihak dianggap sebagai sinyal kesiapan menghadapi kemungkinan konflik lebih besar. Menteri Pertahanan Thailand, Phumtham Wechayachai, menegaskan, “Saya mendapat kabar bahwa tembakan balasan diperlukan untuk mempertahankan diri dan melindungi kedaulatan Thailand.”
Namun, langkah ini memicu reaksi keras dari Kamboja. Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyerukan ketenangan sembari mengumumkan rencana mengadukan Thailand ke Mahkamah Internasional. “Kamboja berharap pihak Thailand akan setuju untuk bersama-sama membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional guna mencegah konfrontasi bersenjata lagi atas ketidakpastian perbatasan,” ujar Hun Manet dalam pertemuan dengan anggota parlemen pada 2 Juni 2025.
Upaya Diplomasi di Tengah Ketegangan
Meski situasi di lapangan masih tegang, kedua negara berupaya meredakan konflik melalui jalur diplomasi. Panglima militer Thailand dan Kamboja dijadwalkan bertemu pada 29 Mei 2025 untuk membahas gencatan senjata dan mencari solusi damai. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, menekankan pentingnya dialog. “Kedua pihak harus tetap tenang dan berdiskusi untuk melihat apa yang dapat kita sepakati,” katanya kepada wartawan.
Hubungan personal antara elit politik kedua negara, seperti kedekatan mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra dan mantan PM Kamboja Hun Sen, juga menjadi harapan untuk menjaga stabilitas. Namun, dengan tank Thailand kini berjejer di perbatasan dan Kamboja memperkuat posisinya, dunia internasional menahan napas menanti apakah diplomasi akan cukup untuk mencegah perang terbuka.
Apa Selanjutnya untuk Thailand dan Kamboja?
Ketegangan ini mengingatkan pada bentrokan bersenjata tahun 2008 dan 2011 di wilayah yang sama, yang menewaskan puluhan orang. Dengan sejarah konflik yang panjang dan klaim wilayah yang belum terselesaikan, insiden ini menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian di perbatasan kedua negara. Kamboja bahkan dikabarkan berencana “mengunci” wilayah perbatasannya, sebuah langkah yang dapat memperkeruh situasi.
Sementara itu, masyarakat internasional mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri. Dengan ASEAN sebagai wadah kerja sama regional, tekanan kini ada pada Thailand dan Kamboja untuk menyelesaikan sengketa ini tanpa kekerasan. Akankah diplomasi menang, atau justru tank-tank Thailand dan pasukan Kamboja akan memicu konflik yang lebih besar?
Tetap Pantau Perkembangan Terbaru!
Jangan lewatkan kabar terkini seputar ketegangan Thailand-Kamboja. Dengan situasi yang terus berkembang, langkah apa yang akan diambil kedua negara untuk mencegah eskalasi? Ikuti berita internasional untuk pembaruan langsung dari perbatasan.