JAKARTA – Upaya besar-besaran pemerintah dalam membangun ekonomi kerakyatan melalui Koperasi Merah Putih menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Hingga awal Juni 2025, pembentukan Koperasi Merah Putih telah mendekati angka 80 ribu unit—sejalan dengan target ambisius yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pelaksana Harian Satgas Nasional Percepatan Pembentukan Koperasi Merah Putih, Ferry Juliantono, saat melakukan peninjauan ke Desa Kembang Kuning, Lombok Timur, NTB, Selasa (3/6/2025).
“Pembentukan kopdes sudah hampir 80 ribu sesuai target presiden,” ungkap Ferry.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan bukti nyata dari kuatnya semangat demokrasi ekonomi dan prinsip gotong royong yang mengakar dalam pelaksanaan musyawarah desa khusus (musdesus) di berbagai penjuru Nusantara.
Ferry, yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Koperasi dan UKM, menyebutkan bahwa saat ini proses legalisasi koperasi melalui pembentukan badan hukum masih terus berlangsung.
Meski demikian, Satgas Nasional memiliki tenggat waktu hingga akhir Juni untuk menyempurnakan seluruh tahapan, termasuk menyusun skema kelembagaan yang kokoh dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
“Satgas Nasional saat ini sudah membentuk satgas di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang akan bersama melakukan pendataan aset berupa optimalisasi tanah maupun bangunan yang bisa digunakan untuk kopdes percontohan dengan berbagai model bisnis serta untuk digunakan bagi kegiatan kopdes,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa langkah-langkah strategis yang dilakukan sudah selaras dengan arah kebijakan nasional, sesuai dengan amanat Inpres dan Keppres Nomor 9 Tahun 2025.
“Pembentukan koperasi sebanyak 80 ribu akan secara cepat meningkatkan aset, volume usaha kegiatan, dan partisipasi anggotanya,” tambah Ferry.
Lebih lanjut, Ferry menyampaikan bahwa hadirnya koperasi desa dalam jumlah masif ini bukan hanya sekadar membentuk struktur ekonomi baru.
Melainkan juga menjadi solusi langsung terhadap persoalan ekonomi masyarakat pedesaan.
“Keberadaan 80 ribu kopdes di seluruh Indonesia akan membebaskan rakyat pedesaan dari rentenir, tengkulak, dan pinjol,” tegas Ferry.
Tak hanya menyentuh aspek finansial, kopdes juga dirancang sebagai sentra pelayanan sosial seperti penyediaan obat-obatan, kebutuhan pokok, hingga akses layanan kesehatan berbasis komunitas.
“Koperasi dan desa menjadi alat perjuangan ekonomi untuk mewujudkan perubahan struktural keadilan sosial bagi seluruh rakyat,” tambahnya.
Langkah berikutnya, menurut Ferry, adalah menyusun model bisnis yang adaptif dan berkelanjutan.
Tahapan ini meliputi pelatihan modul, penyiapan tenaga pendamping, serta penyelesaian infrastruktur pendukung seperti kantor dan ekosistem bisnis berbasis digital.
“Tahap ini juga dilakukan penyelesaian kantor dan kegiatan koperasi, termasuk di dalamnya membangun ekosistem bisnis dan digitalisasinya,” ucap Ferry.***