AS – TikTok dikabarkan telah berkemas dan bersiap untuk menghentikan operasinya di Amerika Serikat pada 19 Januari 2025, mengingat larangan penggunaan aplikasi yang memiliki 170 juta pengguna di negara tersebut telah resmi diberlakukan.
Menurut laporan Reuters yang dikutip oleh Japan Times pada Kamis (16/1), pelarangan tersebut merujuk pada undang-undang yang disahkan pada April 2024. Adapun isi dari regulasi tersebut adalah melarang pengunduhan TikTok di toko aplikasi Apple dan Google jika induk perusahaannya, ByteDance, tidak menjual aplikasi itu.
Setelah larangan berlaku, pengguna yang sudah memiliki aplikasi TikTok masih dapat menggunakannya, tetapi tidak lagi menerima layanan pembaruan atau pemeliharaan.
Presiden terpilih AS, Donald Trump, mempertimbangkan penerbitan perintah eksekutif untuk menunda pelarangan TikTok selama 60 hingga 90 hari. Namun, langkah tersebut masih belum jelas secara hukum.
“TikTok adalah platform yang fantastis,” ujar penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, dalam wawancara dengan Fox News pada Rabu (15/1).
“Kami akan mencari cara untuk mempertahankannya, tetapi tetap melindungi data orang-orang,” lanjutnya.
Sementara itu, Presiden Joe Biden menegaskan tidak akan campur tangan jika Mahkamah Agung memutuskan menegakkan undang-undang tersebut. Menurut Gedung Putih, intervensi hukum tidak mungkin dilakukan tanpa rencana konkret dari ByteDance untuk menjual TikTok.
Jika larangan resmi berlaku, TikTok berencana menampilkan pesan pop-up kepada pengguna, memberikan informasi terkait pemblokiran, serta menyediakan opsi bagi pengguna untuk mengunduh dan menyimpan data pribadi mereka.
Mahkamah Agung AS saat ini sedang mempertimbangkan keputusan akhir terkait undang-undang tersebut. Mereka dapat memilih untuk menegakkan larangan, membatalkannya, atau menunda pelaksanaan guna memberi waktu lebih banyak untuk pengkajian.
Keputusan Mahkamah Agung, yang akan diumumkan pada Minggu (19/1), menjadi penentu nasib TikTok di AS.