JAKARTA – Kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump akan berdampak bagi ekspor Indonesia namun sifatnya moderat.
Terkait dampak kenaikkan tarif impor AS ini, M. Fadhil Hasan, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan hasil analisisnya.
Fadhil Hasan, menyoroti bahwa Amerika Serikat merupakan tujuan ekspor terbesar kedua bagi Indonesia setelah China, dengan kontribusi sekitar 10,3% hingga 10,5% dari total nilai ekspor nasional.
Meski demikian, ketergantungan Indonesia terhadap pasar AS relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara seperti Vietnam dan Thailand.
“Tetapi, Indonesia tidak terlalu tergantung kepada Amerika, sebagaimana negara-negara seperti Vietnam ataupun Thailand,” ujar Fadhil dalam diskusi publik yang digelar secara virtual pada Jumat (4/4/2025).
Sektor yang Paling Terdampak
Menurut Fadhil, beberapa sektor utama ekspor Indonesia akan merasakan dampak paling besar akibat tarif baru ini, di antaranya:
- Tekstil dan garmen
- Alas kaki
- Minyak kelapa sawit (palm oil)
Namun, bukan hanya Indonesia yang mengalami tekanan. Negara-negara tetangga juga menghadapi kebijakan serupa, bahkan dengan tarif yang lebih tinggi.
Kendati demikian, dampak terhadap neraca perdagangan Indonesia cenderung lebih moderat (tidak ekstrem), mengingat Indonesia memiliki surplus perdagangan terbesar dengan AS.
Dalam konteks ekonomi dan perdagangan, jika dampak suatu kebijakan disebut moderat, itu berarti efeknya tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu kecil—masih terasa, tetapi tidak sampai menyebabkan krisis besar.
“Surplus terbesar yang diperoleh Indonesia itu dengan Amerika, US$16,8 miliar dan setelah itu diikuti oleh India dan negara-negara lainnya,” kata Fadhil.
Ini berarti meskipun porsi ekspor ke AS hanya sekitar 10,3%, keuntungan dari perdagangan dengan AS masih lebih besar dibandingkan negara lain.
Namun, dengan posisi surplus perdagangan yang tinggi terhadap AS, dampak terhadap Indonesia diperkirakan tidak seberat negara-negara lain seperti Vietnam dan Thailand.
Dampak Jangka Panjang
Dalam kebijakan terbarunya, Trump menetapkan bahwa semua mitra dagang AS akan dikenakan tarif impor minimal 10%, sementara negara-negara yang dianggap memiliki hambatan perdagangan tinggi terhadap produk AS akan menghadapi tarif lebih besar.
Akibat kebijakan ini, produk Indonesia kini dikenai tarif bea masuk sebesar 32%, naik drastis dari sebelumnya hanya 10%.
Padahal, sebelumnya beberapa barang konsumsi dari Indonesia menikmati bebas bea masuk berkat fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.
Trump menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan menciptakan anggaran berimbang (balance budget).
“Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” ujar Trump dalam pidatonya di Rose Garden, Gedung Putih, sebagaimana dilansir oleh Reuters.***