JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana pencabutan sanksi ekonomi terhadap Suriah, menyusul kejatuhan rezim Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu. Keputusan ini diumumkan Trump saat menghadiri forum investasi di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (13/5/2025), dan disampaikan sebagai upaya untuk membuka lembaran baru bagi negara yang porak poranda akibat konflik berkepanjangan.
“Suriah telah melewati berbagai tragedi, perang, dan pertumpahan darah selama bertahun-tahun. Itulah sebabnya pemerintahan saya mulai mengambil langkah awal untuk memulihkan hubungan normal antara Amerika Serikat dan Suriah — untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade,” ujar Trump, seperti dilansir dari CNN.
Langkah ini menandai dukungan awal terhadap pemerintahan baru Suriah yang dipimpin Ahmed al-Sharaa, sosok kontroversial yang berhasil merebut kekuasaan pasca tumbangnya Assad. Al-Sharaa diketahui pernah memimpin kelompok militan Jabhat al-Nusra, yang dulunya berafiliasi dengan al-Qaeda, sebelum disebut memutus hubungan dengan kelompok tersebut sejak 2016.
Meski AS belum secara resmi mengakui pemerintahan al-Sharaa, seorang pejabat Gedung Putih menyebut Trump dijadwalkan menggelar pertemuan informal dengan Presiden Suriah baru itu di Riyadh—yang akan menjadi kontak tertinggi antara kedua belah pihak sejak kejatuhan Assad.
Respons Global dan Regional
Pencabutan sanksi AS ini dinilai membawa konsekuensi besar secara geopolitik. Dukungan terbuka Washington dikhawatirkan akan memicu kegelisahan di Israel, yang selama ini memperkuat kehadiran militernya di wilayah Suriah pasca konflik.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dijadwalkan bertemu dengan Menlu Suriah, Asaad Al-Shaibani, di Turki dalam waktu dekat sebagai bagian dari normalisasi diplomatik kedua negara.
Dalam negeri AS pun memberi reaksi beragam. Senator Demokrat Jeanne Shaheen menyambut positif langkah ini dan menyebutnya sebagai awal yang menjanjikan. Namun Senator Republik Lindsey Graham mengingatkan, “pemerintahan baru Suriah naik ke tampuk kekuasaan melalui kekuatan senjata, bukan kehendak rakyat.”
Sambutan Hangat dan Euforia di Suriah
Kabar pencabutan sanksi disambut gembira oleh rakyat Suriah. Media sosial dipenuhi tayangan warga di kota Homs dan Latakia yang turun ke jalan merayakan keputusan AS. Kembang api menerangi langit malam, sementara bendera Suriah dan Arab Saudi berkibar di tangan-tangan mereka.
“Sebagai seorang revolusioner Suriah, tujuan utama kami adalah membangun kembali negeri ini,” kata Osaid Basha, salah satu warga Homs. “Pengumuman Trump adalah langkah pertama menuju pemulihan, dan untuk mengembalikan Suriah ke kondisi lamanya — atau bahkan lebih baik.”
Menteri Perdagangan dan Ekonomi Suriah, Mohammad Nidal al-Shaar, menyatakan bahwa negaranya kini memasuki fase baru yang penuh harapan. “Roda ekonomi akan mulai bergerak. Dana dari diaspora Suriah akan mengalir masuk, disusul oleh investasi dari negara sahabat,” ujarnya.
Peta Baru Politik Timur Tengah
Pengumuman Trump ini disebut sebagai sinyal kuat kepada negara-negara lain untuk mulai menjalin kembali hubungan dengan Suriah. Peneliti senior dari CSIS, Natasha Hall, menyebut langkah ini juga memperkuat posisi Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, dalam percaturan politik regional.
Kementerian Keuangan Suriah menyebut pencabutan sanksi akan berdampak nyata saat Suriah kembali terhubung dengan sistem pembayaran internasional SWIFT—membuka akses terhadap investasi global dan jalur perdagangan internasional yang selama ini terputus.