JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penggeledahan rumah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto adalah bagian dari proses penegakan hukum, bukan upaya pengalihan isu.
“KPK dalam hal ini penyidik akan tetap menjalankan tindakan secara profesional, prosedural dan proporsional,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/1).
Tessa menambahkan bahwa KPK tidak dapat melarang opini pihak-pihak yang menganggap penggeledahan tersebut sebagai pengalihan isu dari perbincangan publik yang tengah hangat.
“Ada juga pihak-pihak yang merasa bahwa kegiatan ini adalah pengalihan isu untuk isu-isu lain yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan di beberapa media, itu mari kita biarkan itu berada di ruang publik,” ujarnya.
Hari ini, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kediaman Hasto Kristiyanto yang terletak di Bekasi, Jawa Barat. Informasi mengenai kegiatan penyidikan ini juga dibenarkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto.
“Betul, ada kegiatan geledah oleh satgas penyidikan. Detailnya silakan tanya kepada Jubir,” kata Setyo saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa (7/1).
Pada akhir Desember 2024, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI) sebagai tersangka dalam kasus suap terkait penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih.
Hasto diduga mengatur DTI untuk melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan, agar menetapkan Harun Masiku meski Harun hanya memperoleh suara sedikit.
“Kami mengungkapkan bahwa HK (Hasto Kristiyanto) bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019—23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019—2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.
Selain itu, Hasto juga dijerat dengan perkara obstruction of justice (perintangan penyidikan), karena diduga membocorkan informasi terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang menyasar Harun Masiku.
Sebagai informasi, Harun Masiku, yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut, hingga kini masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Sementara itu, Wahyu Setiawan, yang juga terlibat dalam kasus ini, tengah menjalani masa bebas bersyarat setelah divonis 7 tahun penjara.