JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memaparkan fakta baru terkait dugaan korupsi kuota haji 2023-2024, termasuk mengurai sumber dan modus peredaran uang yang telah disita penyidik.
Dana tersebut disebut berasal dari praktik “percepatan” dan “kutipan” yang melibatkan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, penyidik menemukan adanya aliran dana dengan berbagai pola, mulai dari pembayaran untuk mempercepat proses hingga pemberian langsung kepada oknum kementerian.
“Ada yang modusnya percepatan, ada yang memang modusnya memberikan. Semacam ya ‘kutipan’ ke pihak-pihak Kementerian Agama ataupun oknum di Kementerian Agama, dan beragam,” kata Budi Prasetyo, dikutip Antara, Selasa (7/10/2025).
KPK memastikan dana yang disita tersebut sebagian besar berasal dari para Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang tergabung dalam sejumlah asosiasi penyelenggara haji.
Beberapa di antaranya adalah Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphuri), Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), serta PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) milik Khalid Basalamah.
Budi menegaskan, seluruh dana yang disita kini menjadi bagian dari proses pembuktian hukum untuk memastikan keterkaitan antara uang tersebut dan tindak pidana korupsi yang diselidiki.
“Ini salah satu uang-uang yang terkait dengan itu yang kita amankan, kita sita untuk proses pembuktian,” ujarnya.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, hingga kini total uang yang telah diamankan penyidik mendekati angka Rp100 miliar.
“Secara keseluruhan kalau ratusan miliar mungkin belum, kalau sudah puluhan miliar mungkin sudah, mendekati 100 ada,” kata Setyo di Kantor Kementerian Hukum, Senin (6/10/2025).
Meski demikian, KPK menegaskan penyelidikan masih terus berjalan karena kasus ini melibatkan lebih dari 400 biro travel penyelenggara haji.
Aliran uang juga terdeteksi mengalir ke sejumlah pihak, sehingga proses penelusuran membutuhkan waktu dan kehati-hatian ekstra.
Dalam pengembangannya, KPK juga tengah menelusuri keberadaan pihak yang berperan sebagai penyimpan dana hasil dugaan korupsi kuota haji tambahan.
Lembaga antirasuah itu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memetakan arus transaksi keuangan yang mencurigakan.
Dari perhitungan awal, kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi kuota haji tambahan ini diperkirakan menembus angka Rp1 triliun lebih.
Temuan tersebut akan dikonfirmasi lebih lanjut melalui audit resmi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).***




