WASHINGTON DC, AS – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi memecat Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz pada Kamis (1/5/2025) menyusul skandal kebocoran grup obrolan Signal yang mengguncang pemerintahannya.
Namun, Waltz tidak sepenuhnya ditinggalkan. Trump menominasikannya sebagai Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebuah langkah yang menuai perhatian publik.
Kronologi Skandal Signal yang Bikin Geger
Kisruh ini bermula pada Maret 2025, ketika sebuah grup obrolan Signal yang berisi pejabat tinggi AS, termasuk Waltz, secara tidak sengaja membocorkan informasi rahasia. Grup tersebut digunakan untuk membahas operasi militer sensitif, termasuk rencana serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman.
Parahnya, Waltz diduga keliru memasukkan Jeffrey Goldberg, pemimpin redaksi majalah The Atlantic, ke dalam grup tersebut.
Akibat blunder ini, diskusi rahasia soal strategi militer AS menjadi konsumsi publik. “Mike Waltz telah keluar dari obrolan,” tulis Trump dalam unggahan media sosialnya, sembari mengumumkan pencopotan tersebut. Skandal ini memicu kekhawatiran serius soal keamanan komunikasi di lingkaran inti pemerintahan AS.
Marco Rubio Ambil Alih Peran Kunci
Sebagai langkah cepat, Trump menunjuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio untuk mengisi posisi Penasihat Keamanan Nasional secara sementara. Rubio kini menjadi pejabat pertama sejak Henry Kissinger setengah abad lalu yang merangkap dua jabatan strategis: Menlu dan penasihat keamanan nasional. Selain itu, Rubio juga memimpin Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) dan Arsip Nasional yang tengah kekurangan pimpinan.
“Rubio adalah sosok berpengalaman yang mampu menangani tantangan keamanan nasional dengan tangan dingin,” kata seorang sumber di Gedung Putih yang enggan disebut namanya. Langkah ini dianggap sebagai upaya Trump untuk menstabilkan timnya di tengah guncangan politik.
Waltz ke PBB: Apresiasi atau Buang Batu?
Meski dipecat dari posisi krusial, Trump tetap memuji kinerja Waltz. “Sejak bertugas di medan perang, di Kongres, dan sebagai Penasihat Keamanan Nasional, Mike Waltz telah bekerja keras untuk mengutamakan kepentingan bangsa kita. Saya tahu dia akan melakukan hal yang sama dalam peran barunya,” ujar Trump.
Namun, penunjukan Waltz sebagai Duta Besar PBB memicu spekulasi. Ada yang melihatnya sebagai bentuk penghargaan atas loyalitas Waltz, sementara yang lain menyebutnya sebagai cara halus Trump untuk “membuang” Waltz dari lingkaran dalam setelah kesalahan fatalnya.
Kontroversi Aplikasi Signal dan Respons Intelijen
Skandal ini juga menyeret penggunaan aplikasi pihak ketiga seperti Signal dalam komunikasi pemerintahan. Dalam sidang Kongres, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard membela penggunaan aplikasi tersebut, menyebutnya sebagai alat yang aman jika digunakan dengan benar. Namun, kebocoran ini membuktikan sebaliknya, memicu debat soal protokol keamanan komunikasi di level tertinggi.
Menariknya, beberapa sumber menyebut Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth juga berperan dalam kebocoran ini. Hegseth disebut-sebut ikut bertanggung jawab atas masuknya jurnalis ke grup privat tersebut, meski ia membantah keras tuduhan ini.
Dampak Politik dan Sentimen Publik
Keputusan Trump memecat Waltz dan menunjuk Rubio disambut beragam di media sosial. Sejumlah pengguna di platform X menyebut langkah ini sebagai “pembersihan” yang diperlukan. “The infiltrator is being ejected!!! Excellent purge of DS operatives!!! Bravo to giving him the boot!!” tulis salah satu akun. Namun, ada pula yang mempertanyakan mengapa Waltz masih diberi posisi strategis meski melakukan kesalahan besar.
Skandal ini terjadi di tengah penurunan tingkat kepuasan publik terhadap Trump, yang kini berada di level terendah dalam 80 tahun, menurut jajak pendapat terbaru. Dengan hanya 100 hari sejak pelantikan keduanya, Trump tampaknya bergerak cepat untuk meredam kerusakan politik akibat kebocoran ini.
Pemecatan Waltz menambah daftar panjang pergantian penasihat keamanan nasional di era Trump. Pada masa jabatan pertamanya, ia memiliki empat penasihat: Michael Flynn, H.R. McMaster, John Bolton, dan Robert O’Brien. Pergantian kali ini menunjukkan betapa ketatnya Trump menjaga kepercayaan dalam timnya, terutama di tengah tekanan domestik dan internasional.