JAKARTA – Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyambut baik kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto yang meminta pemerintah menyerap gabah petani dengan harga Rp 6.500 per kg.
Saat ini, Kementerian Keuangan telah mencairkan dana sebesar Rp 16,6 triliun bagi Bulog untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Eliza, kebijakan ini memberikan opsi bagi petani yang memiliki keterbatasan informasi dalam penjualan gabah. Dengan harga yang telah ditetapkan, petani dapat menjual gabahnya dengan nilai di atas biaya produksi.
“Dengan adanya kebijakan pembelian Rp 6.500 oleh Bulog, setidaknya ini dapat menjadi opsi bagi petani yang memiliki keterbatasan informasi menjual dan ketergantungan tinggi kepada bandar sehingga mereka bisa dapat harga di atas biaya produksinya,” kata Eliza, Rabu (12/3).
Eliza menjelaskan bahwa selama ini harga pembelian gabah di tingkat petani bervariasi di setiap daerah. Beberapa petani masih menjual di bawah Rp 6.500 per kg, bahkan ada yang hanya Rp 5.900–Rp 6.200 per kg.
“Ini semua tergantung daya tawar petani. Ketika petani butuh cepat terjual, kadang tengkulak membeli di bawah harga HPP, yang penting laku,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa saat panen raya, harga gabah sering anjlok karena tengkulak menerima pasokan dari berbagai petani, sehingga mereka dapat menekan harga.
Lebih lanjut, Eliza menegaskan bahwa Bulog harus bisa menyerap gabah petani agar cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri. Dengan demikian, impor beras tidak lagi diperlukan.
“Rp 6.500 itu tipis sekali marginnya. Tapi setidaknya itu tidak merugikan petani. Ada juga daerah yang dibeli di atas Rp 6.500. Jadi memang ini bagaimana kondisi tata niaga pangan di setiap daerahnya,” paparnya.
Eliza menekankan bahwa kebijakan ini harus didukung penuh agar Indonesia bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor beras.
“Impor beras selama ini dilakukan untuk mengisi cadangan pangan pemerintah. Ketika ada kebijakan ingin menyerap gabah petani, maka ini perlu didukung agar kita perlahan mengurangi ketergantungan impor,” ucapnya.
Menurut Eliza, Bulog dan Kementerian Pertanian perlu bekerja sama untuk mendata daerah-daerah dengan harga gabah rendah. Dengan demikian, Bulog dapat langsung menyerap gabah di wilayah tersebut.
“Pembelian oleh Bulog ini bisa memberikan kepastian pasar bagi para petani. Maka dari itu, perlu kerja sama antara Bulog dan Kementan untuk menentukan titik-titik mana yang harga gabahnya rendah, di situ Bulog bisa jemput bola,” kata Eliza.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pada rapat terbatas awal tahun, Presiden Prabowo menginstruksikan agar ketersediaan pangan menjelang Idulfitri tetap terjaga.
Selain itu, kesejahteraan petani harus ditingkatkan dengan menjaga harga beras dan gabah baik di tingkat produsen maupun konsumen.
“Juga kesejahteraan petani harus ditingkatkan dengan menjaga harga beras/gabah di tingkat petani maupun konsumen. Peran Bulog menjadi sangat penting dan strategis,” ujar Sri Mulyani melalui akun Instagramnya, @smindrawati.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian Keuangan telah menerbitkan PMK No.19/2025, yang menetapkan Bulog sebagai pengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Pemerintah mengalokasikan Rp 16,6 triliun dari APBN dalam bentuk investasi ke Bulog untuk membeli gabah dan beras dari petani dalam negeri sesuai harga yang ditetapkan, sekaligus menjaga stok CBP.
“Sesuai arahan Presiden Prabowo – Dana investasi di Bulog harus dikelola secara tepat, profesional, dan bebas korupsi untuk menjamin kesejahteraan petani serta menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan nasional,” tegas Sri Mulyani.