JAKARTA – Maros, Sulawesi Selatan, kembali dihebohkan oleh aliran sesat yang mengklaim memiliki rukun Islam berjumlah 11 dan meyakini bahwa ibadah haji cukup dilakukan di Gunung Bawakaraeng.
Ajaran ini dipimpin oleh seorang perempuan bernama Petta Bau (56) dan disebut sebagai Tarekat Ana’ Loloa.
Keberadaan ajaran ini memicu keresahan masyarakat di Desa Bontosomba, Kecamatan Tompobulu.
Menanggapi fenomena ini, Kementerian Agama (Kemenag) segera mengambil langkah sigap.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menyampaikan bahwa Kemenag telah mengaktifkan Tim Deteksi Dini dan Penanganan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.
Tim ini bekerja sama dengan organisasi keagamaan Islam, aparat penegak hukum, dan pihak terkait guna menindaklanjuti ajaran yang dianggap menyimpang tersebut.
“Tim pencegahan diharapkan bisa segera merespons setiap peristiwa atau gejala konflik sosial yang terjadi di daerahnya.”
“Tim ini juga diharapkan terus bersinergi dengan Ormas keagamaan Islam setempat dan stakeholder lainnya,” ujar Arsad dalam pernyataannya, Minggu (9/3/2025).
Investigasi dan Langkah Tegas KUA Tompobulu
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tompobulu, Danial, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Deteksi Dini, menjelaskan bahwa ajaran Petta Bau ini bukanlah fenomena baru.
Sejak Oktober 2024, laporan tentang ajaran tersebut sudah masuk ke pihak berwenang. Saat itu, KUA bersama lintas sektoral melakukan investigasi dan menemukan bahwa ajaran tersebut tidak memiliki dasar yang jelas dalam Islam.
“Pada 15 Oktober 2024, kami menerima laporan terkait aktivitas ajaran ini yang cukup meresahkan warga.”
“Pada 16 Oktober 2024, kami melakukan investigasi dan menemukan bahwa ajaran ini tidak memiliki dasar yang jelas dalam Islam. Bahkan, pimpinan ajaran, Petta Bau, tidak dapat menjelaskan ajarannya secara ilmiah maupun teologis,” ujar Danial.
Lebih lanjut, Danial mengungkapkan bahwa Petta Bau mengklaim memperoleh ajarannya melalui mimpi dan mengaku diajari oleh Nabi Khidir.
Namun, saat diminta menjelaskan rukun Islam, ia tidak mampu memberikan jawaban yang benar.
Investigasi juga menunjukkan bahwa Petta Bau memiliki tingkat pendidikan rendah dan tidak bisa membaca.
Kemenag dan Aparat Bertindak
Pada Oktober 2024, Petta Bau sempat berjanji untuk tidak menyebarkan ajarannya lagi.
Namun, laporan terbaru pada Maret 2025 menunjukkan bahwa ajaran ini masih berkembang secara diam-diam.
KUA Tompobulu bersama Polsek Tompobulu, Kesbangpol, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Maros, serta pemerintah Desa Bontosomba segera mengambil tindakan.
Pada 5 Maret 2025, tim gabungan mendatangi kediaman Petta Bau untuk meminta klarifikasi.
Namun, menurut keterangan warga, ia tidak berada di rumah karena sedang berdagang.
Diketahui, Petta Bau berasal dari Malino, Kabupaten Gowa, dan saat ini keberadaannya masih dalam pemantauan.
“Kami akan memastikan Petta Bau dan para pengikutnya mendapatkan pembinaan.”
“Kami dari Kementerian Agama akan berkoordinasi dengan MUI dan Ormas Keagamaan Islam lainnya untuk membina mereka.”
“Sebab, bisa jadi kemunculan dan penyebaran ajaran ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman agama mereka,” tegas Danial.
Pihak Kemenag menekankan bahwa pendekatan persuasif dan edukatif akan terus dilakukan guna memberikan pemahaman agama yang benar kepada masyarakat.
Sinergi dengan berbagai pihak akan terus diperkuat demi menjaga ketahanan sosial dan keagamaan di Sulawesi Selatan.***