JAKARTA – Industri manufaktur Tanah Air kembali mencatatkan capaian positif meski tekanan ekonomi global masih terasa.
Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia per Maret 2025 berada di angka 52,4, menandakan sektor ini masih dalam fase ekspansi. Momentum Ramadan dan Idulfitri menjadi pemicu utama meningkatnya permintaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Menurut laporan terbaru S&P Global, meskipun PMI mengalami sedikit penurunan dari 53,6 pada Februari, angka tersebut tetap berada di atas batas netral 50, yang menjadi indikator ekspansi. Aktivitas produksi yang meningkat menjelang Lebaran turut mendongkrak pertumbuhan di sektor ini.
“Aktivitas manufaktur yang terus ekspansif didorong oleh pertumbuhan produksi karena peningkatan permintaan. Terutama permintaan domestik pada saat momen Ramadan dan Idulfitri,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, Rabu (9/4/2025).
Selain konsumsi domestik, sektor ekspor juga memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan industri manufaktur. Febrio menjelaskan bahwa permintaan dari negara-negara mitra dagang utama seperti India, Tiongkok, dan Amerika Serikat menjadi katalisator tambahan yang menjaga stabilitas sektor industri Indonesia.
“Posisi Indonesia tetap positif dan kompetitif di antara negara mitra dagang utama yang PMI-nya juga ekspansi. Seperti Tiongkok (51,2), India (58,1), dan Amerika Serikat (50,2),” jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap mampu menjaga kinerja manufakturnya di tengah situasi perang tarif global.
Tren positif industri ini juga sejalan dengan meningkatnya indikator konsumsi masyarakat. Menurut data Kementerian Keuangan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Februari 2025 mencapai 126,4—menggambarkan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi masih berada pada level yang sangat optimis.
Sementara itu, Indeks Penjualan Ritel (IPR) menunjukkan pertumbuhan sebesar 0,5% secara tahunan. Pertumbuhan ini ditopang oleh peningkatan penjualan suku cadang dan aksesori otomotif, salah satu sektor yang biasanya mengalami lonjakan jelang arus mudik Lebaran.
“Pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas harga dan kepercayaan konsumen. Supaya konsumsi masyarakat dapat terus menopang pertumbuhan ekonomi,” tutup Febrio.***