JAKARTA – Istana Kepresidenan memberikan klarifikasi terkait kabar yang menyebutkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran akan mengakibatkan pemangkasan anggaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar.
Melalui keterangannya, Hasan menegaskan bahwa Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 tidak akan berdampak pada layanan publik yang vital, termasuk yang disediakan oleh BMKG.
“Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen,” ujarnya.
Hasan Nasbi memastikan bahwa meskipun ada kebijakan efisiensi anggaran, tidak ada pengurangan pada produktivitas pegawai maupun kualitas layanan masyarakat. Menurutnya, gaji pegawai kementerian dan lembaga akan tetap aman, dan layanan dasar seperti mitigasi bencana tetap berjalan dengan optimal.
“Mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal,” tambahnya.
Hasan juga menambahkan bahwa anggaran untuk layanan publik dan bantuan sosial tidak akan terpengaruh atau dipotong. Kebijakan ini dirancang untuk tetap menjaga keberlanjutan layanan penting yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Namun, sebelumnya, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, sempat menyampaikan kekhawatirannya terkait surat dari Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang mencantumkan pemotongan anggaran BMKG sebesar Rp 1,423 triliun, yang setara dengan 50,35 persen dari anggaran semula sebesar Rp 2,826 triliun.
Muslihhuddin menyoroti bahwa pemangkasan anggaran tersebut bisa berdampak pada banyak alat operasional utama BMKG yang terancam mengalami kerusakan akibat berkurangnya dana untuk pemeliharaan hingga 71 persen. Dampaknya, menurutnya, akan sangat mengganggu kemampuan BMKG dalam melakukan observasi dan mendeteksi fenomena cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami.
Kekhawatiran utama adalah penurunan akurasi informasi yang disampaikan kepada publik, termasuk informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami, yang diperkirakan akan menurun dari 90 persen menjadi 60 persen. Selain itu, waktu respons peringatan dini tsunami juga berpotensi melambat, dari 3 menit menjadi 5 menit atau lebih. Tidak hanya itu, penyebarluasan informasi terkait gempa bumi dan tsunami pun diperkirakan akan berkurang hingga 70 persen jika pemeliharaan alat operasional terganggu.
Sebagai respons terhadap kebijakan efisiensi ini, BMKG telah mengajukan permohonan dispensasi anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto, demi menjaga ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat Indonesia dari potensi ancaman bencana geo-hidrometeorologi yang terus mengancam.
Efisiensi Anggaran, Keseimbangan antara Keamanan dan Pengelolaan Keuangan
Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah berusaha menjaga keseimbangan antara pengelolaan keuangan negara yang bijaksana dan kebutuhan vital akan keamanan serta keselamatan publik. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa sektor-sektor penting seperti mitigasi bencana tetap berjalan tanpa hambatan, meskipun ada penyesuaian anggaran. Namun, dengan adanya kekhawatiran yang muncul dari berbagai pihak, seperti BMKG, pemerintah juga diminta untuk lebih memperhatikan aspek-aspek kritikal dalam kebijakan efisiensi ini.
Bahkan dengan langkah efisiensi, pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat Indonesia tetap menjadi prioritas utama, dengan tetap menjaga efektivitas serta kesiapan lembaga-lembaga terkait dalam menghadapi potensi bencana yang mungkin terjadi.