BALI – Gubernur Bali I Wayan Koster menegaskan sikapnya dengan menolak kehadiran organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali. Keputusan ini diambil untuk menjaga nilai-nilai budaya lokal dan kondusivitas di Pulau Dewata, yang dikenal sebagai destinasi pariwisata dunia.
Dalam konferensi pers di Jayasabha, Denpasar, Senin (12/5), Koster menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menolak kehadiran ormas berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan lokal.
“Tidak akan diterima, pemerintah daerah berhak menolak. Sesuai kebutuhan dan pertimbangan di daerah,” tegas Koster.
Latar Belakang Penolakan GRIB Jaya
GRIB Jaya, yang dipimpin oleh Hercules Rosario de Marshal, menjadi sorotan setelah anggotanya terlibat dalam kasus pembakaran mobil polisi di Depok. Selain itu, sosok Hercules yang kontroversial turut memicu kekhawatiran masyarakat Bali terhadap potensi gangguan ketertiban.
Koster menilai kehadiran ormas ini tidak sejalan dengan upaya menjaga harmoni budaya dan pariwisata Bali.
Menurut Koster, Bali telah memiliki sistem keamanan yang kuat melalui kolaborasi TNI-Polri dan pecalang desa adat. “Bali tidak membutuhkan ormas macam ini. Apa manfaatnya?” ujarnya.
Koster menyebtkan keberadaan GRIB Jaya tidak akan mendukung kemajuan pariwisata atau kesejahteraan masyarakat lokal.
Kebebasan Berkumpul yang Terkendali
Koster juga menyinggung soal kebebasan berkumpul yang diatur ketat oleh negara demi menjaga ketertiban.
“Kebebasan berkumpul tidak berarti bisa sebebas-bebasnya. Negara bisa mengatur supaya tertib, kondusif, dan memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara,” jelasnya.
Ia merujuk pada undang-undang dan peraturan pelaksana yang menjadi landasan pengaturan ormas di Indonesia.
Memperkuat Identitas Budaya Bali
Penolakan ini sejalan dengan kebijakan Koster selama menjabat, yang kerap menekankan pelestarian budaya dan kearifan lokal.
Sebelumnya, Koster juga dikenal menolak sejumlah proyek atau kehadiran pihak yang dinilai tidak sesuai dengan visi pembangunan Bali, seperti proyek bandara Bali Utara dan keikutsertaan timnas Israel di ajang olahraga internasional.
Langkah ini mendapat dukungan dari masyarakat lokal yang ingin menjaga Bali tetap harmonis. “Kami mendukung keputusan Pak Gubernur. Bali sudah punya pecalang dan desa adat yang menjaga keamanan. Tidak perlu ormas dari luar,” ujar Wayan Suyasa, seorang tokoh masyarakat di Denpasar.
Sikap tegas Koster ini diharapkan dapat memperkuat posisi Bali sebagai destinasi wisata yang aman dan berbudaya. Dengan menolak GRIB Jaya, pemerintah provinsi ingin memastikan bahwa setiap aktivitas di Bali mendukung visi pembangunan yang berbasis kearifan lokal.
Keputusan ini juga menjadi sinyal bahwa Bali akan terus selektif dalam menerima kehadiran pihak luar, demi menjaga identitas budaya dan ketertiban sosial. “Bali adalah rumah kami. Kami ingin semua yang ada di sini menghormati budaya dan nilai-nilai kami,” tutupnya