JAWA BARAT – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sejak dilantik menyadari ketegasan dan kebijakannya tak bisa menyenangkan semua orang.
Salah satu kebijakan yang paling banyak disorot adalah larangan study tour bagi pelajar SMA dan SMK.
Keputusan ini memicu pro dan kontra, terutama di kalangan pelajar dan orang tua murid yang menganggap study tour sebagai bagian dari pengalaman pendidikan.
Namun, Dedi Mulyadi beralasan bahwa kebijakan ini bertujuan mengurangi beban ekonomi keluarga serta menghindari risiko perjalanan bagi siswa.
Tak hanya itu, kebijakan lain yang menarik perhatian adalah langkahnya dalam menata ulang kawasan wisata di Puncak Bogor.
Puncak dikenal sebagai salah satu destinasi favorit wisatawan, namun dalam beberapa tahun terakhir, kawasan ini kerap dikaitkan dengan masalah lingkungan, termasuk banjir bandang yang berdampak pada wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek).
Salah satu langkah konkret yang dilakukan Dedi Mulyadi adalah membongkar objek wisata Hibisc Fantasy Puncak, yang dikelola oleh anak perusahaan BUMD Jawa Barat, Jaswita.
Menyadari respon pihak yang tak berkenan atas kebijakannya, Dedi Mulyadi yang biasa disapa Kang Demul menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya pada Minggu (16/3/2025), ia mengakui bahwa keputusannya mungkin tidak bisa menyenangkan semua pihak.
“Mohon maaf kepada semuanya, berbagai langkah yang saya lakukan. Ada pihak-pihak yang tidak berkenan,” ujar Dedi Mulyadi dalam pernyataannya.
Meskipun menyadari adanya pro dan kontra, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa keputusan yang diambilnya semata-mata demi kepentingan masyarakat luas, bukan hanya sekelompok orang tertentu.
“Memang pemimpin harus mengambil keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi orang banyak, bukan hanya memikirkan bermanfaat bagi beberapa orang. Pro dan kontra itu biasa, suka dan tidak suka itu biasa,” lanjutnya.
Tetap Berkomitmen
Walaupun menghadapi berbagai kritik, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya akan terus bekerja dan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk kepentingan masyarakat Jawa Barat. Baginya, seorang pemimpin harus berani membuat keputusan yang memiliki dampak jangka panjang, meskipun dalam prosesnya akan ada pihak yang tidak setuju.
“Yang penting saya suka terus menjalankan berbagai aktivitas dengan baik dan membentuk manfaat bagi masyarakat yang lebih luas,” tambahnya.
Sikap Dedi Mulyadi yang tetap melanjutkan kebijakannya sambil terbuka terhadap kritik dan meminta maaf, mencerminkan kepemimpinan yang tegas namun tetap responsif terhadap aspirasi publik.***