JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia resmi mencanangkan target membangun 1.000 dapur makan bergizi gratis (MBG) sebagai bagian dari inisiatif MBG Gotong Royong yang digagas secara mandiri, di luar program pemerintah.
Langkah ini menandai babak baru dalam kolaborasi dunia usaha untuk menjawab tantangan gizi masyarakat.
Untuk mempercepat realisasi proyek ini, Kadin turut mengajak pengusaha asal Tiongkok agar ambil bagian sebagai investor maupun mitra sosial.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menyebutkan bahwa pihaknya memanfaatkan jaringan kerja sama melalui Kadin China guna menarik minat pelaku usaha asal Negeri Tirai Bambu.
Anindya mengungkap bahwa banyak pengusaha asing menunjukkan ketertarikan untuk ikut berkontribusi, baik melalui skema investasi langsung maupun program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Mereka banyak sekali ingin partisipasi. Ada yang ingin di CSR-nya saja. Kebetulan, mereka memperhatikan Kadin itu punya MBG Gotong Royong. Apa itu? Istilahnya MBG as a service.”
“Jadi, artinya, (investor) bisa beli paketan,” kata Anindya saat ditemui selepas acara kunjungan resmi Perdana Menteri China, Li Qiang, di Istana Merdeka, dikutip Antara, Minggu.
Program ambisius yang diluncurkan oleh Kadin Indonesia ini dimulai melalui sejumlah proyek percontohan (pilot project) yang tersebar di berbagai wilayah.
Saat ini, menurut Anindya, telah berdiri sebanyak 16 dapur MBG yang dibangun langsung oleh Kadin pusat, sementara ratusan lainnya mulai berkembang di daerah sebagai bagian dari inisiatif lokal yang sejalan.
“Nah, dari sini, mereka (investor, red.) bisa berkontribusi dari misalnya dapurnya sendiri sebagai CSR, karena sudah ada paketnya. Apakah itu Rp2 miliaran, atau bagaimana,” tambahnya.
Lebih jauh, kontribusi yang diharapkan tak hanya terbatas pada pembangunan fisik dapur. Anindya menyebut pasokan pangan bergizi, seperti protein dan karbohidrat, juga terbuka untuk menjadi jalur partisipasi investor.
Bahkan, pengusaha asing diajak untuk tidak hanya mengimpor bahan pangan, tapi juga membangun pertanian sendiri di Indonesia guna menjamin keberlanjutan pasokan.
“Tetapi bukan saja memasok, impor seperti biasa, tetapi juga membuat pertaniannya sendiri, agrikulturnya sendiri. Dan yang terakhir, saya lihat juga ya mereka ingin fokus juga untuk membantu supaya logistiknya lebih baik,” sambungnya.
Ditanya soal nilai investasi dari proyek ini, Anindya mengaku masih dalam tahap penjajakan dan diskusi lebih lanjut. Nominal konkret belum bisa disampaikan lantaran menunggu komitmen pasti dari mitra Tiongkok yang akan terlibat.
“Jadi nanti kami akan bicara dengan teman China: Mau ikutan berapa? Dan, kami sudah tahu satunya berapa. Jadi, itu kan hanya dari, bisa dibilang dapurnya SPPG, tetapi dari pasokannya dan lain-lain itu lebih besar lagi (nilainya, red.),” jelasnya.***