JAKARTA – Kasus dugaan korupsi kuota haji kembali menjadi sorotan publik.
Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan, Jawa Timur, Lora Dimyati Muhammad, menyerukan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melemah dalam menjalankan mandatnya.
Ia menegaskan, masyarakat menaruh harapan besar pada lembaga antirasuah untuk mengusut tuntas perkara penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
“KPK jangan kehilangan nyawa antirasuah. Bisa berbahaya. Publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap hukum, dan pemerintahan secara umum,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Lora Dimyati, kejelasan konstruksi perkara menjadi kebutuhan mendesak agar publik memahami siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini.
Ia menilai KPK perlu menyelidiki secara serius dasar hukum yang digunakan pemerintah, termasuk Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 H/2024 M.
“KPK tidak boleh rabun dalam melihat dan memeriksa kasus. Itu sudah jelas, kok.”
“Niat jahatnya kan terlihat dari Surat Keputusan Menteri Agama (Nomor 130/2024) tentang kuota haji tambahan sebanyak 20.000. Itu kan keputusan menteri yang tanggung jawabnya jelas, dibanding peraturan menteri,” katanya.
Lebih jauh, ia mengingatkan agar KPK segera mengambil langkah tegas dengan menetapkan tersangka.
Penundaan, menurutnya, bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti atau melakukan lobi politik.
“KPK harus segera menetapkan tersangka. Jangan sampai lambatnya penetapan tersangka justru digunakan untuk lobi-lobi,” tegasnya.
Seperti diketahui, KPK resmi mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Langkah ini diikuti koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara.
Dua hari berselang, tepatnya 11 Agustus 2025, KPK merilis hasil perhitungan awal yang menyebut kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Dalam waktu bersamaan, KPK juga mengeluarkan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang, termasuk mantan Menag Yaqut.
Kasus ini semakin menjadi perhatian setelah Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI mengungkap dugaan pelanggaran pembagian kuota tambahan dari Arab Saudi.
Dari alokasi 20.000 kuota ekstra, Kementerian Agama membagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Namun, pola pembagian itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menyebut porsi haji khusus hanya 8 persen, sementara haji reguler harus mendapat 92 persen.
Temuan inilah yang memperkuat desakan agar KPK tidak ragu menindaklanjuti kasus hingga ke akar-akarnya.***




