JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyidik dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan perengkat digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019–2023.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) sedang mendalami adanya indikasi pemufakatan jahat oleh sejumlah pihak yang mengarahkan tim teknis untuk menyusun kajian yang menguntungkan pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome. “Kajian teknis ini seharusnya terkait dengan kebutuhan pendidikan teknologi, namun diarahkan untuk penggunaan laptop dengan sistem operasi Chrome,” jelas Harli di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Padahal, lanjut Harli, penggunaan Chromebook dinilai tidak sesuai kebutuhan, mengingat pada 2019, Pustekom Kemendikbudristek telah melakukan uji coba dengan 1.000 unit Chromebook yang hasilnya dianggap tidak efektif. “Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa Chromebook berbasis internet, sementara infrastruktur internet di Indonesia belum merata,” ungkapnya.
Meski sudah ada rekomendasi teknis yang menyarankan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows, pihak Kemendikbudristek justru mengganti kajian tersebut dengan rekomendasi untuk menggunakan sistem operasi Chrome. Kejagung mencatat bahwa anggaran yang digelontorkan untuk pengadaan ini mencapai Rp9,982 triliun, yang terbagi menjadi Rp3,582 triliun dari dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari dana alokasi khusus (DAK).
Dari temuan ini, Jampidsus Kejagung menaikkan status perkara tersebut dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan pada 20 Mei 2025, menandakan keseriusan penyidik dalam mengusut dugaan korupsi besar dalam pengadaan alat pendidikan digital tersebut.