JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha dari Fraksi PKB, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap jadwal pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang direncanakan pada 24 daerah menjelang Idul Fitri 2025. Menurut Toha, pelaksanaan PSU di tengah bulan Ramadan bisa mengganggu konsentrasi umat Islam yang tengah fokus beribadah selama bulan suci.
“Ramadan adalah bulan yang sangat penting untuk meningkatkan ketaqwaan, lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan berperilaku lebih baik, termasuk dalam memilih pemimpin yang tepat. Namun, jika pelaksanaan PSU justru mengganggu konsentrasi umat, lebih baik ditunda,” ujar Toha dalam keterangan persnya, Senin (3/3/2025).
24 Daerah Akan Menggelar PSU, Namun Waktu Dinilai Kurang Tepat
Dalam rencana pelaksanaan PSU, sebanyak 24 daerah akan menyelenggarakan pemungutan suara ulang, dengan 15 daerah melaksanakan PSU di seluruh wilayahnya dan 9 daerah lainnya di beberapa TPS. PSU paling cepat akan dilaksanakan pada 26 Maret 2025, yang bertepatan dengan 25 Ramadan 1446 H, hanya lima hari menjelang Idul Fitri. Toha menilai, waktu pelaksanaan yang berdekatan dengan perayaan Idul Fitri ini kurang ideal, karena umat Islam pada akhir Ramadan biasanya lebih fokus pada ibadah, serta persiapan mudik dan kegiatan keluarga lainnya.
“Menjelang Idul Fitri, umat Islam sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan, seperti mudik dan ziarah ke makam orang tua. Ini akan mengalihkan perhatian mereka dari proses pemilu, yang seharusnya berjalan dengan konsentrasi penuh,” tambah Toha.
Dampak Logistik dan Efisiensi Anggaran
Toha juga mengingatkan tentang tantangan logistik yang akan dihadapi penyelenggara PSU. Proses pemungutan suara, penghitungan suara, dan rekapitulasi membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi dengan cuaca musim penghujan yang sedang berlangsung.
“PSU yang dipaksakan pada 26 Maret 2025 bisa menimbulkan masalah, baik dari segi logistik maupun teknis,” ungkap Toha.
Selain itu, anggaran yang dibutuhkan untuk PSU juga cukup besar. Untuk 14 daerah, diperkirakan dana yang diperlukan mencapai Rp 700 miliar. Dengan dua pilkada ulang di Kota Padangsidimpuan dan Kabupaten Bangka, total dana PSU bisa mencapai Rp 1 triliun. Toha menekankan perlunya perencanaan yang matang untuk menghindari pemborosan anggaran, terutama di tengah upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran negara.
“Anggaran untuk PSU tidak sedikit. Kita harus berhati-hati dan memastikan bahwa setiap pengeluaran benar-benar bermanfaat. Jangan sampai KPU dan Bawaslu justru menjadi sorotan karena pemborosan,” ujar Toha.
Efisiensi Anggaran dan Sensitivitas KPU-Bawaslu
Selain isu anggaran, Toha juga mengingatkan pentingnya sensitivitas KPU dan Bawaslu terhadap efisiensi anggaran negara, mengingat saat ini pemerintah sedang melakukan upaya rekonstruksi APBN dan APBD untuk kesejahteraan rakyat. Menurutnya, setiap kebijakan yang diambil harus sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengelola anggaran secara lebih bijaksana.
“Dana Pemilu 2024 yang mencapai Rp 73 triliun pun belum diaudit secara menyeluruh. Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu harus lebih berhati-hati dan memastikan bahwa tidak ada pemborosan yang tidak perlu,” tegas Toha.
Dengan segala pertimbangan tersebut, Toha menegaskan bahwa penyelenggaraan PSU yang dijadwalkan pada akhir Maret 2025 perlu ditinjau ulang, dan lebih baik ditunda untuk menghormati umat Islam yang tengah menjalankan ibadah puasa dan persiapan Idul Fitri.