BANDUNG – Matoa, merek jam tangan kayu asal Kota Bandung yang sudah beroperasi selama 12 tahun, mengumumkan penghentian produksi pada Kamis (23/1) melalui akun Instagram resminya. Keputusan ini diambil setelah perusahaan menghadapi tekanan berat dari produk serupa asal China yang menawarkan harga jauh lebih terjangkau.
Menurut pendiri Matoa, Lucky Danna Aria, persaingan dengan produk China mulai terasa sejak 2019. Namun, kondisi semakin sulit setelah pandemi Covid-19 melanda pada 2020. “Sebenarnya sudah sejak 2019, karena daya beli mulai menurun setelah perdagangan bebas dibuka. Produk China masuk dengan harga jauh lebih murah, sementara kami tetap mengedepankan bahan baku premium,” ujar Lucky saat diwawancarai di Bandung pada Jumat (24/1).
Matoa memproduksi jam tangan kayu dengan harga jual berkisar antara Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta. Sementara itu, produk impor dapat ditemukan dengan harga hanya ratusan ribu rupiah. “Orang Indonesia lebih mengutamakan harga murah. Dari 2019 hingga 2022, kami semakin kesulitan, dan untuk mempertahankan penjualan, biaya promosi kami melonjak tinggi,” tambah Lucky.
Kesulitan finansial ini membuat Matoa terpaksa berhenti sementara pada 2022 dan berfokus pada bisnis kuliner. Lucky berharap ada perubahan dan produk China tidak lagi mendominasi pasar. Namun, setelah dua tahun hiatus dan fokus pada usaha baru, dia akhirnya memutuskan untuk menutup Matoa secara permanen pada 2025.
“Sampai saat ini kondisi masih sama, dan perlindungan dari pemerintah terhadap produk lokal hampir tidak ada,” jelas Lucky, menutup penjelasannya.