JAKARTA — Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra di Komisi III DPR RI, Muhammad Rahul, SH, menilai bahwa penyebutan insiden pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo sebagai bentuk teror terhadap jurnalis masih terlalu prematur.
Pernyataan tersebut disampaikan Rahul di tengah meningkatnya opini publik dan pemberitaan yang langsung mengaitkan peristiwa tersebut dengan teror terhadap kebebasan pers.
“Secara hukum, belum dapat dikatakan sebagai bentuk teror kepada jurnalis karena belum ada putusan pengadilan yang sah terkait siapa pelakunya. Oleh sebab itu, kita perlu mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujar Muhammad Rahul.
Rahul menekankan bahwa demokrasi menjamin kebebasan pers, dan komitmen terhadap nilai tersebut menjadi prinsip utama dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap kebebasan pers tetap harus mengikuti proses hukum yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Rahul, sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah tanpa adanya putusan hukum yang berkekuatan tetap.
“Karena itu, semua pihak sebaiknya menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan oleh aparat kepolisian,” tegasnya.
Ia turut menyoroti munculnya dugaan bahwa insiden tersebut bisa jadi merupakan bagian dari strategi politik playing victim, yaitu upaya menciptakan citra sebagai korban untuk menarik simpati publik.
“Konsep seperti ini, sebagaimana dikemukakan oleh Sun Tzu, sering digunakan dalam strategi politik,” tambahnya.
Rahul menyampaikan dukungannya terhadap langkah hukum yang diambil pihak Tempo dengan melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Ia mendorong aparat untuk segera mengungkap pelaku agar tidak muncul spekulasi liar yang bisa merugikan nama baik institusi tertentu, termasuk pemerintah.
“Kita semua sepakat bahwa kebebasan pers dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Namun perlindungan terhadap kebebasan tersebut harus dibarengi dengan proses hukum yang adil, akuntabel, dan tidak terburu-buru dalam menyimpulkan,” tutupnya.