JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan fakta mengejutkan hingga akhir April 2025, musim kemarau baru menyentuh 2% wilayah Indonesia berdasarkan Zona Musim (ZOM). Kabar baiknya, potensi banjir diprediksi nihil untuk periode ini, memberikan harapan bagi masyarakat di tengah transisi musim yang kerap tak menentu.
“Dengan hanya 2% wilayah yang memasuki musim kemarau, Indonesia masih didominasi cuaca basah. Ini menunjukkan bahwa musim kemarau 2025 berjalan lebih lambat dibandingkan prediksi sebelumnya,” ujar Ardhasena Sopaheluwakan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, dalam keterangannya pada Sabtu (26/4/2025).
Wilayah Mana Saja yang Mulai Kering?
Menurut laporan BMKG, wilayah yang mulai merasakan musim kemarau mencakup beberapa daerah strategis, seperti:
- Sebagian Aceh dan Sumatera Utara
- Banten dan Jawa Barat
- Sulawesi Barat
- Nusa Tenggara Timur (NTT)
- Papua Barat
Meski demikian, mayoritas wilayah Indonesia masih berada dalam cengkeraman musim hujan. BMKG mencatat bahwa curah hujan pada periode 11–20 April 2025 (Dasarian II) bervariasi, dengan 80% wilayah mengalami hujan intensitas menengah, 11% intensitas rendah, dan 9% tinggi hingga sangat tinggi. Daerah dengan curah hujan tinggi, seperti sebagian Aceh, Sumatera Utara, Riau bagian selatan, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan bagian tengah, Lampung tengah, dan Bangka Belitung, masih jauh dari kondisi kemarau.
Musim Kemarau 2025: Lebih Lembut dari Perkiraan?
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau 2025 diprediksi memiliki intensitas yang lebih ringan. BMKG menegaskan bahwa hingga akhir April, tidak ada indikasi ancaman banjir yang signifikan.
“Di akhir April 2025 ini baru 2% Zona Musim di Indonesia masuk musim kemarau dan tidak ada wilayah diprediksi berpotensi banjir,” tulis BMKG dalam keterangannya, Sabtu (26/4/2025).
Faktor ini menjadi angin segar bagi sektor pertanian dan pengelolaan sumber daya air. Dengan musim kemarau yang datang lebih lambat, petani memiliki waktu lebih panjang untuk mempersiapkan pola tanam, sementara pemerintah daerah dapat mengoptimalkan pengelolaan waduk dan irigasi.
Meski musim kemarau baru menyentuh sebagian kecil wilayah, BMKG mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama masa transisi ini. Suhu panas yang meningkat di siang hari dan hujan mendadak di sore atau malam hari masih mungkin terjadi, terutama di wilayah yang belum memasuki musim kemarau.
“Kami mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG, seperti situs web bmkg.go.id atau aplikasi Info BMKG, untuk mengantisipasi perubahan cuaca yang dinamis,” tambah Ardhasena.
Persiapan Menghadapi Musim Kemarau
Dengan musim kemarau yang baru dimulai, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan masyarakat dan pemerintah daerah:
Pengelolaan Air:
Manfaatkan sisa hujan untuk mengisi waduk, embung, dan sistem irigasi.
Pertanian:
Sesuaikan jadwal tanam dengan prediksi cuaca untuk menghindari kerugian akibat kekeringan.
Kewaspadaan Kebakaran:
Wilayah yang mulai kering, seperti NTT dan Papua Barat, perlu meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan.
Musim Kemarau dan Harapan Baru
Lambatnya kedatangan musim kemarau 2025 memberikan peluang bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik. Dengan hanya 2% wilayah yang terdampak, masyarakat masih memiliki waktu untuk beradaptasi. Informasi ini menjadi sinyal positif bahwa musim kemarau tahun ini tidak akan seketat tahun-tahun sebelumnya, seperti 2023 yang dipengaruhi El Nino.