JAKARTA — Aksi dramatis dua kakak beradik asal Tangerang Selatan, Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah, berhasil mengguncang publik.
Pasalnya, mereka nekat menawarkan ginjalnya untuk dijual di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Aksi tersebut bukanlah sensasi semata, melainkan bentuk keputusasaan demi membebaskan sang ibu, Syafrida Yani, yang sempat ditahan oleh Polres Tangerang Selatan atas tuduhan penggelapan uang.
Di hadapan Komisi III DPR RI, pada Senin (24/3), Farrel mengungkapkan bahwa aksnya tersebut lahir dari spontanitas, bukan dorongan pihak manapun.
“Murni saya cuma spontan aja itu, Pak,” ungkap Farrel.
Farrel kemudian menjelaskan bahwa aksi hendak menjual ginjal itu adalah bentuk protesnya atas proses hukum yang menjerat ibunya. Terlebih, menurut Farrel ibunya tak memiliki siapa-siapa, sehingga hanya anak-anaknya lah yang bisa membelanya.
Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan, turut mempertanyakan maksud dari aksi tersebut. Kepada Hinca, Farrel menjelaskan bahwa langkah itu adalah bentuk protes atas penahanan ibunya yang menurutnya tidak adil.
“Kau protes ke orang yang melaporkan atau protes ke polisinya yang menahan?” tanya Hinca kepada Farrel.
“Saya di situ juga minta keadilan, Pak. Ibu saya itu tidak terbukti bersalah, tapi malah ditahan, nah di situ yang agak aneh,” ujar Farrel saat menjawab pertanyaan Hinca.
Farrel juga menegaskan bahwa ide menjual ginjal itu sepenuhnya muncul dari dirinya dan sang adik.
“Enggak, saya sama adik saya berdua saja,” jawab Farrel ketika ditanya apakah ada orang lain yang mendorongnya melakukan aksi itu.
Kronologi Penahanan Sang Ibu
Farrel membeberkan awal mula masalah hukum yang menjerat ibunya. Menurutnya, sang ibu awalnya hanya diminta membantu mengurus kebutuhan rumah tangga oleh kerabat dari pihak ayah. Namun, seiring waktu, perlakuan yang diterima berubah drastis.
“Jadi kronologinya itu kenapa saya kayak gitu (jual ginjal), itu hanya dari spontanitas saya sendiri, di mana saya enggak tega melihat ibu saya yang tidak bersalah sedikitpun tiba-tiba ditahan,” ujarnya.
Diketahui, Ibunda Farrel dan Nayaka, Syafrida Yani, sehari-hari bekerja sebagai penjual makanan rumahan. Kemudian, karena sang suami, yakni ayah dari Farrel dan Nayaka sering bepergian ke luar negeri, Yani pun lalu diminta untuk membantu mengurus rumah keluarga suaminya.
Seiring berjalannya waktu, menurut Farrel, ibunya mulai diperlakukan semena-mena. Pekerjaan yang semula hanya “membantu” beralih menjadi pekerjaan selayaknya asisten rumah tangga.
Bahkan, Yani hanya dibekali sebuah ponsel agar bisa terus dihubungi selama bekerja, dengan adanya kesepakatan soal gaji dan tanggung jawab kerja.
“Pernah sewaktu-waktu ibu saya sulit dihubungi akhirnya dibelikan handphone, alasannya ibu saya harus bekerja dengannya dan itu pun ada kesepakatan tentang gaji dan lain-lain,” jelas Farrel.
Farrel menjelaskan, uang yang dititipkan kepada ibunya digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga, seperti membayar WiFi dan gaji asisten rumah tangga.
Masalah pun kemudian muncul ketika ibunya merasa tidak sanggup lagi dan memilih berhenti bekerja serta memutus komunikasi dengan kerabat ayahnya.
Akibatnya, sang pemilik rumah, yang merupakan ipar Yani pun tidak terima dan melaporkan Yani ke Polsek Ciputat Timur atas tuduhan penggelapan uang dan ponsel.
“Terus saudara ayah saya pun tidak terima dan melaporkan ibu saya ke Polsek Ciputat Timur, dengan tuduhan penggelapan uang dan penggelapan barang,” jelasnya.
Farrel pun menyesalkan bahwa ibunya dipanggil kepolisian tanpa didampingi kuasa hukum, sementara pelapor justru hadir bersama pengacaranya.
“Saat diperiksa, ibu saya tak bisa membela diri karena tidak diberikan pendamping. Di sisi lain, pelapor ditemani pengacaranya,” kata Farrel.
Bahkan, menurut Farrel, sang ibu telah mengembalikan ponsel dan uang sebesar Rp10 juta yang menjadi inti dari perkara. Namun, hal itu tidak menghentikan proses penahanan.
“Namun, tetap saja ibu ditahan di Polres Tangerang Selatan sejak kemarin. Padahal, ibu belum tentu salah,” tambah dia.
Komitmen DPR untuk Menyelesaikan Kasus
Menanggapi kasus tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan DPR siap membantu menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, termasuk mengganti kerugian yang dituntut pelapor.
“Soal uang Rp10 juta dan handphone, kalau pelapor ingin uang itu, komunikasi tadi ada pimpinan DPR siap menanggulanginya nanti dari kami, kalau memang diminta. Jadi jangan dipikirkan, enggak ada masalah nanti kita yang tanggulangi,” ujar Habiburokhman.
“Handphone sudah diberikan,” sahut Syafrida Yani yang turut hadir dalam rapat.
“Kalau uang masih menuntut nanti kita berikan, jangan jadi beban ibu, jangan jadi beban Farel, ini atensi khusus dari pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco,” lanjut Habiburokhman.
Rapat ditutup dengan kesimpulan bahwa kasus ini akan diselesaikan melalui mekanisme restoratif justice. Komisi III juga meminta aparat kepolisian segera menghentikan proses penyidikan terhadap Syafrida Yani.
“Komisi III DPR RI meminta Polres Tangerang Selatan untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap perkara Sdri. Syafrida Yani sesuai ketentuan Perundang-Undangan,” tegas Habiburokhman.