JAKARTA – Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mengungkapkan bahwa dampak dari pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) telah menimbulkan ketidakpastian global, menyebabkan banyak negara khawatir tentang perekonomian dunia. Namun, Presiden Prabowo meyakini Indonesia mampu menghadapi dan mengendalikan situasi tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Presiden Prabowo saat menghadiri acara sarasehan ekonomi yang bertajuk “Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Tarif Perdagangan”. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk ekonom, investor, dan pemimpin redaksi media.
“Apa yang terjadi sekarang, goncangan dunia akibat negara ekonominya terkuat membuat kebijakan-kebijakan yang memberikan peningkatan tarif yang begitu tinggi kepada banyak negara. Ini bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian dunia. Banyak negara yang cemas,” kata Presiden Prabowo, pada Selasa (8/4/2025).
Meski begitu, Presiden Prabowo optimis Indonesia dapat menghadapinya. “Ya, kita akan menghadapi tantangan, tapi saya bicara dengan tim saya ternyata situasinya dapat kita hadapi dan bisa kita kendalikan,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya perekonomian Indonesia untuk berdiri di atas kaki sendiri, seperti yang diinginkan oleh para pendiri bangsa. “Sebenarnya pendiri-pendiri bangsa kita sejak dulu, termasuk saya sejak dulu saya sudah ingatkan mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri,” ujar Presiden Prabowo.
Optimisme Presiden Prabowo semakin diperkuat oleh data yang dipaparkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Menurut Airlangga, perekonomian Indonesia menunjukkan kekuatan yang signifikan.
Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai 5,03% (c-to-c), dengan pertumbuhan tertinggi di Papua Barat (20,8%) dan Maluku Utara (13,7%). Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar (18,98% PDB).
Kedua, inflasi Indonesia tetap terkendali, dengan inflasi Maret 2025 tercatat 1,65% (mtm) dan 1,03% (yoy). Ketiga, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Februari 2025 berada pada level optimis sebesar 126,4.
Keempat, PMI manufaktur Indonesia tetap berada di level ekspansif pada Maret 2025 dengan angka 52,4. Kelima, Indeks Penjualan Riil (IPR) meskipun terkontraksi 0,5% yoy, tetap tumbuh 0,8% mtm.
Keenam, sektor keuangan Indonesia tetap kuat, dengan surplus Neraca Pembayaran (NPI) sebesar USD 7,2 miliar pada 2024. Ketujuh, cadangan devisa Indonesia tercatat 154,5 miliar USD hingga Februari 2025, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor.
Terakhir, Indonesia terus mencatatkan surplus Neraca Perdagangan, dengan surplus USD 3,12 miliar pada Februari 2025, yang merupakan surplus selama 58 bulan berturut-turut.
Menurut Airlangga, laporan terbaru dari Moody’s menyebutkan ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga berkat permintaan domestik yang kuat dan komitmen pemerintah dalam menjaga kredibilitas kebijakan moneter dan fiskal. Selain itu, kebijakan hilirisasi komoditas dan peningkatan daya saing sektor manufaktur juga berperan positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.