PAPUA BARAT DAYA – Ancaman tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kekhawatiran luas terhadap kelestarian salah satu destinasi wisata bahari paling ikonik di dunia. Untuk merespons hal ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Widiyanti Putri Wardhana, mengungkapkan tiga langkah strategis guna menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan ekologi di wilayah yang menyandang status UNESCO Global Geopark tersebut.
Raja Ampat, yang dikenal dengan kekayaan laut dan terumbu karangnya, kini terancam akibat aktivitas pertambangan nikel yang dikhawatirkan merusak ekosistem laut dan mengganggu pendapatan dari sektor pariwisata. Menpar Widiyanti menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam.
1. Dialog dengan Masyarakat Adat
Pada kunjungan kerja ke Raja Ampat tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 2025, Menpar Widiyanti bersama anggota DPR RI berdialog langsung dengan masyarakat adat. “Kita ingin pembangunan apa pun, termasuk kepariwisataan, harus menjaga keseimbangan antara ekologi, teritori sosial, dan skala ekonomi,” tegas Widiyanti dalam pernyataan resmi, Kamis (5/6/2025). Kunjungan ini dimaksudkan untuk memahami langsung keresahan warga terhadap potensi eksploitasi tambang.
2. Koordinasi Lintas Sektor untuk Perlindungan Berkelanjutan
Langkah kedua yang diambil adalah menggelar rapat koordinasi dengan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) pada 5 Juni 2025. Pemerintah tengah mengkaji opsi menjadikan Raja Ampat sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis **quality tourism** atau pariwisata berkualitas. “Kami ingin mendorong pariwisata berkelanjutan dan investasi hijau yang berpihak pada masyarakat serta lingkungan,” ujar Widiyanti. Strategi ini diharapkan menjadikan Raja Ampat tetap kompetitif di sektor pariwisata global tanpa merusak alam.
3. Komitmen Pemerintah Daerah untuk Menjaga Ekologi
Menpar juga bertemu dengan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, pada 4 Juni 2025 untuk memperkuat kolaborasi pelestarian lingkungan. Pemerintah daerah menegaskan komitmennya agar Raja Ampat tetap menjadi destinasi unggulan dan kawasan konservasi laut, bukan wilayah pertambangan. “Kami di daerah memiliki kewenangan yang terbatas. Melalui komunikasi, kami berharap destinasi Raja Ampat dapat menjadi atensi pemerintah pusat,” ungkap Elisa.
Raja Ampat Harus Diselamatkan
Dengan luas 4,6 juta hektare laut dan lebih dari 1.400 pulau kecil, Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Pada 2024, sektor pariwisata menyumbang Rp150 miliar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan jumlah kunjungan mencapai 30.000 wisatawan, di mana 70% merupakan turis mancanegara. Namun, aktivitas tambang seperti yang dilakukan PT Gag Nikel (anak perusahaan Antam) berpotensi merusak ekosistem dan menurunkan pendapatan pariwisata hingga 60%.
Langkah Pemerintah Pusat
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menghentikan sementara aktivitas tambang nikel di Raja Ampat untuk proses evaluasi. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan, “Nanti saya akan panggil pemilik IUP, mau BUMN atau swasta.” Ia juga berencana mengunjungi Raja Ampat guna meninjau langsung dampak pertambangan. Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup tengah mempersiapkan langkah hukum terhadap empat perusahaan tambang yang diduga melakukan pelanggaran lingkungan.
Harapan untuk Masa Depan Raja Ampat
Langkah-langkah strategis yang kini dijalankan menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelamatkan Raja Ampat sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Pendekatan seperti investasi hijau, kolaborasi lintas sektor, serta pelibatan masyarakat lokal menjadi kunci menjaga warisan alam ini. Tagar #SaveRajaAmpat yang viral di media sosial mencerminkan kepedulian publik agar Raja Ampat tetap menjadi kebanggaan Indonesia dan dunia.