TEL AVIV – Mayor Jenderal (Purn.) Yoav Gallant resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan Israel pada Rabu, 1 Januari 2025, setelah terlibat perselisihan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Perselisihan ini berakar pada kebijakan wajib militer bagi pria ultra-Ortodoks, yang menjadi isu panas dalam pemerintahan Netanyahu.
Gallant, yang merupakan mantan anggota satuan elite Shayetet 13 Angkatan Laut Israel, menginginkan kebijakan wajib militer bagi seluruh pria Israel, termasuk pria ultra-Ortodoks.
Menurutnya kebijakan ini penting untuk memperkuat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam agresinya di Gaza, Palestina.
Namun, Netanyahu menentang ide tersebut dan malah memberikan pengecualian bagi para pria ultra-Ortodoks yang sedang menempuh pendidikan agama. Keputusan ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat Israel, mengingat perang dengan Hamas di Gaza yang masih berlanjut tanpa kejelasan kapan akan berakhir.
“Pemerintah Israel yang dipimpin oleh perdana menteri dan menteri pertahanan, telah meluncurkan program perekrutan yang bertentangan dengan kebutuhan IDF dan keamanan Negara Israel.” kata Gallant dalam pernyataan yang dikutip dari Euronews.
Selain soal wajib militer, perselisihan antara Gallant dan Netanyahu juga mencakup strategi militer terhadap Gaza. Gallant mendukung upaya diplomasi dengan Hamas untuk membebaskan warga Israel yang disandera, namun Netanyahu tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan serangan militer guna memusnahkan Hamas.