BULELENG – Ribuan warga Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali, memadati area upacara untuk merayakan tradisi sakral Ngusaba Bukakak, sebuah ritual keagamaan dan kebudayaan yang menjadi simbol kesuburan dan wujud syukur atas hasil pertanian.
Ketua Panitia Tradisi Ngusaba Bukakak, Wayan Sunarsa, menjelaskan bahwa ritual ini telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) milik Kabupaten Buleleng.
“Masyarakat kami merayakan tradisi yang sudah masuk sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Kabupaten Buleleng ini,” kata Sunarsa, Minggu (13/4).
Ritual ini menampilkan “Bukakak”, sosok simbolik berbentuk burung garuda yang dibuat dari daun enau muda (ambu), dan dihias dengan bunga kembang sepatu.
Dalam ajaran masyarakat setempat, Bukakak merupakan representasi kesuburan yang dikaitkan dengan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai manifestasi Dewi Kesuburan.
Di dalam tubuh Bukakak diletakkan babi guling yang bagian punggungnya dipanggang matang, sementara bagian bawah dibiarkan mentah.
Hal tersebut melambangkan unsur warna merah, putih, dan hitam, yang mencerminkan perpaduan sekta Siwa, Wisnu, dan Sambhu dalam kepercayaan Hindu Bali.
“Babi itu hanya matang di bagian punggungnya saja, sedangkan bagian bawahnya dibiarkan mentah. Sehingga babi tersebut memiliki 3 warna yakni merah, putih dan hitam,” jelas Sunarsa.
Tradisi ini juga menekankan pembagian peran berdasarkan usia. Warga dewasa yang sudah menikah mengenakan pakaian putih-merah dan diizinkan mengusung Bukakak, sementara remaja yang belum menikah memakai pakaian putih-kuning dan mengangkat sarad alit, atau replika kecil Bukakak.
Upacara tersebut turut dihadiri oleh Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra dan Wakil Bupati I Gede Supriatna, serta tokoh-tokoh daerah.
Kehadiran para pemimpin daerah dalam tradisi ini disebut sebagai bentuk nyata pelaksanaan visi Nangun Sad Kertih Loka Bali, yang menitikberatkan pada pembangunan di bidang agama, adat, dan budaya.