NEW DELHI, INDIA – Sebanyak 20 anak tewas setelah diduga mengonsumsi obat batuk tercemar zat berbahaya. Insiden ini memicu kemarahan publik besar-besaran dan tindakan tegas pemerintah dengan menutup pabrik penghasil obat berbahaya tersebut.
Kasus ini mengungkap risiko serius dalam rantai pasok obat generik murah di negara berkembang, menjadi peringatan keras bagi pengawasan kesehatan nasional.
Menurut laporan terbaru dari Central Drugs Standard Control Organisation (CDSCO), badan pengawas obat-obatan India, korban jiwa berasal dari berbagai wilayah seperti Jammu dan Kashmir, Gujarat, serta Kashmir Valley.
Anak-anak usia di bawah 10 tahun ini mengalami gejala parah seperti muntah, kejang, dan gagal ginjal setelah meminum sirup obat batuk yang diproduksi oleh perusahaan lokal.
Investigasi awal mengungkap adanya kontaminasi ethylene glycol, senyawa toksik yang sering digunakan sebagai pengganti glikol farmasi berkualitas tinggi untuk memangkas biaya produksi.
Pabrik yang menjadi pusat kontroversi, terletak di Jammu, telah memasok obat-obatan ke seluruh negeri melalui jaringan distribusi yang luas. “Kami telah memerintahkan penarikan total produk dari pasar dan penutupan sementara fasilitas produksi hingga investigasi selesai,” ujar Jajneswararao Godade, direktur CDSCO, dalam pernyataan resminya.
Langkah ini diikuti dengan razia mendadak di gudang penyimpanan, di mana ribuan botol sirup dicurigai tercemar.
Data dari Kementerian Kesehatan India menunjukkan bahwa kasus serupa pernah terjadi pada 2022, ketika obat batuk untuk anak menyebabkan puluhan kematian di Gambia akibat kontaminasi yang sama.
Saat itu, World Health Organization (WHO) memperingatkan negara-negara miskin tentang bahaya obat generik impor dari India, yang mendominasi 20% pasar global farmasi.
“Ethylene glycol bukan hanya murah, tapi juga mematikan jika tidak diolah dengan standar ketat—ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan orang tua,” tambah Godade.
Para ahli kesehatan global kini mendesak reformasi mendalam di industri farmasi India, yang bernilai miliaran dolar AS. “Pemerintah harus memperketat regulasi impor bahan baku dan audit rutin pabrik kecil,” kata Dr. Vinod Kumar, toksikologis senior dari Indian Institute of Toxicology Research, yang terlibat dalam analisis sampel.
Hingga kini, lebih dari 50 anak lain dilaporkan dirawat intensif di rumah sakit, dengan prognosis yang masih belum pasti.
Insiden ini juga berdampak pada ekspor obat India ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di mana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kini meningkatkan pengujian impor. Masyarakat diimbau untuk memeriksa label obat batuk anak dan menghindari produk tanpa sertifikasi WHO.
Pemerintah India berjanji transparansi penuh dalam laporan akhir, yang diharapkan rampung dalam dua minggu ke depan.




