JAKARTA – Harapan baru muncul di Gaza setelah Hamas resmi membebaskan sejumlah tawanan Israel pada Senin, 13 Oktober 2025, sebagai langkah awal menuju kesepakatan damai yang diupayakan dunia untuk mengakhiri genosida di wilayah tersebut.
Menurut laporan The Middle East Eye, sebanyak tujuh dari dua puluh tawanan diserahkan lebih dulu kepada Palang Merah Internasional sebelum dipulangkan ke Israel, sementara sisanya dijadwalkan menyusul pada siang hari.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, pemerintah Israel juga akan membebaskan 1.966 tawanan asal Palestina yang kini mulai diberangkatkan menuju Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Beberapa di antara mereka akan diterbangkan melalui Mesir ke negara ketiga sesuai hasil negosiasi internasional, seperti dikutip dari Reuters.
Dari total jumlah itu, sekitar 250 tawanan merupakan narapidana seumur hidup, sedangkan 1.718 lainnya baru ditangkap dalam dua tahun terakhir.
Namun, nama-nama besar seperti Marwan Barghouti, Ahmad Sa’adat, dan sejumlah pemimpin senior Hamas tidak termasuk dalam daftar pembebasan tahap ini.
Isi kesepakatan damai tersebut juga menegaskan penarikan pasukan Israel dari wilayah perkotaan Gaza dan pelonggaran akses bantuan kemanusiaan bagi warga sipil, langkah yang disebut para pengamat sebagai fondasi penting menuju penghentian konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
Bersamaan dengan perkembangan itu, sejumlah pemimpin dunia berkumpul di Sharm el-Sheikh, Mesir, untuk mengikuti KTT internasional yang digagas Mesir dan Amerika Serikat.
Forum ini menjadi wadah pembahasan akhir mengenai implementasi perjanjian damai antara Hamas dan Israel.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dijadwalkan menyampaikan pidato di Israel sebelum memimpin jalannya KTT bersama Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, dengan agenda utama membahas mekanisme pengawasan dan pemulihan stabilitas pasca-perjanjian.
Indonesia juga menjadi bagian dari diplomasi global tersebut dengan kehadiran Presiden Prabowo Subianto.
“Kepala Negara mendapatkan undangan khusus untuk menghadiri KTT Gaza,” ujar Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi.
Meskipun perwakilan resmi dari Hamas dan Israel tidak hadir secara langsung, forum Sharm el-Sheikh disebut sebagai momentum penting dalam sejarah diplomasi internasional untuk menutup bab kelam perang di Gaza.
Langkah ini diharapkan menjadi pintu pembuka bagi rekonstruksi penuh Gaza serta membangun kembali kepercayaan antar pihak yang berseteru selama puluhan tahun.***




