JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerima pinjaman sebesar 353 juta dolar AS atau setara dengan Rp5,72 triliun, berdasarkan kurs rupiah 16.210 per 8 Januari 2025, dari Bank Dunia untuk mendukung program agraria dan tata ruang di Indonesia.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa total pinjaman yang diberikan Bank Dunia mencapai 658 juta dolar AS atau sekitar Rp10,66 triliun.
Pinjaman ini berlaku selama lima tahun dan akan dibagi di tiga kementerian, yaitu ATR/BPN, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kalau ATR/BPN dari itu dapat 353 juta dolar AS,” ujar Nusron saat ditemui di Jakarta, Rabu (8/1), seusai rapat terbatas bersama Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Nusron menjelaskan, anggaran yang diterima akan difokuskan untuk mendukung berbagai program prioritas di Kementerian ATR/BPN. Salah satunya adalah penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang menjadi langkah penting dalam pengelolaan ruang dan pembangunan yang terarah.
Selain itu, dana tersebut juga akan digunakan untuk menyusun peta kadaster yang bertujuan mendokumentasikan status dan kepemilikan tanah secara rinci.
Pemetaan dan pendaftaran tanah adat dan ulayat juga menjadi bagian dari program ini, dengan tujuan memastikan hak atas tanah adat tercatat dengan jelas dan sah.
Fokus lain adalah pemetaan tanah yang belum memiliki peta, terutama pada tapal batas yang berbatasan dengan hutan.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih atau konflik batas antara lahan hutan dengan tanah lainnya, serta untuk meningkatkan pengelolaan lahan.
“Pemetaan tanah-tanah yang belum ada petanya. Terutama tapal batas dengan hutan supaya nggak sering tabrakan. Tadi, masuk lagi tapal batas dengan transmigrasi supaya tak bertabrakan dengan lahan transmigrasi,” jelasnya.
Selain itu, anggaran ini juga akan digunakan untuk mengembangkan dan membentuk sistem informasi pertanahan yang lebih modern.
Diharapkan, sistem tersebut dapat mempercepat proses administrasi pertanahan, serta mendukung transparansi dan akurasi data pertanahan di seluruh Indonesia.
Dengan berbagai program ini, diharapkan masalah pertanahan dapat diselesaikan secara lebih efektif dan efisien.
“Pemetaan dan pendaftaran tanah adat, ulayat supaya tak terjadi masalah. Kemudian sistem informasi pertanahan. Itu aja, kayak gitu-gitulah,” tambah Nusron.