JAKARTA – Dalam upaya menjamin keberlanjutan dan keamanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Badan Gizi Nasional (BGN) mulai merancang integrasi sistem asuransi bersama sejumlah perusahaan asuransi nasional.
Langkah strategis ini ditujukan untuk mengantisipasi risiko operasional tanpa mengurangi alokasi bahan makanan bagi peserta program.
Deputi Sistem dan Tatakelola Program MBG, Tigor Pangaribuan, menegaskan bahwa skema ini akan diambil dari pos biaya operasional yang selama ini mencakup berbagai kebutuhan dasar program.
Menurut Tigor, pengeluaran untuk premi asuransi akan diambil dari dana operasional yang selama ini digunakan untuk membayar tenaga kerja, listrik, air, hingga gas.
“Memang biaya operasional akan kami berikan porsi biaya untuk pembiayaan karyawan, ada pembayaran listrik/air dan gas. Nah, nanti kami akan tambahkan porsi (asuransi) dari sana (anggaran yang sudah ada) untuk meng-cover biaya asuransi,” jelasnya dilansir Bisnis, Sabtu (10/5/2025).
Proses evaluasi terhadap proposal kerja sama asuransi saat ini masih berlangsung.
Beberapa perusahaan telah menyatakan minat dan sedang dalam proses seleksi berdasarkan efisiensi dan cakupan proteksi yang ditawarkan.
Nantinya, setelah skema disepakati, informasi rinci tentang biaya dan manfaat asuransi akan disampaikan langsung ke masing-masing Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai pelaksana program di lapangan.
Dalam pemaparannya, Tigor menegaskan bahwa penambahan perlindungan asuransi ini tidak akan memengaruhi porsi bahan makanan bergizi yang diberikan kepada penerima manfaat.
Justru, perlindungan menyeluruh ini dianggap sebagai elemen penting dari keberhasilan operasional program MBG yang kini semakin kompleks.
“Jadi satuan pelayanan itu akan kami bilang, biaya asuransi yang akan dikenakan sekian dan akan meng-cover apa saja. Jadi begitu, step-stepnya,” ujar Tigor sambil menekankan transparansi dalam proses penyampaian informasi kepada SPPG.
Meski asuransi dibiayai dari dana operasional, Tigor menekankan bahwa prinsip pembiayaan tetap mengacu pada tanggung jawab pemerintah.
“Kalau dia (perusahaan asuransi membolehkan) kita memotong dari biaya operasional sebenarnya itu menjadi beban dari pemerintah, karena akan di-charge balik ke negara jadi prinsipnya dari negara juga karena biaya operasional.”
Menariknya, cakupan asuransi yang dirancang tidak terbatas pada insiden yang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan. BGN juga memberikan bantuan medis dalam kasus di luar dugaan.
Misalnya, kasus di Cianjur menunjukkan bahwa BGN tetap membantu meski penyebab penyakit belum tentu berasal dari konsumsi program.
“Bisa saja dia sudah makan sesuatu yang lain di tadi malam, tetap saja BGN membantu biaya pengobatan bahkan yang di Cianjur itu pak Kepala Badan sampai juga ikut mengkompensasi biaya dari orang tuanya yang menunggu anaknya di rumah sakit, karena orang tuanya jadi tidak bekerja.”
Selain pembiayaan pengobatan, BGN bahkan menanggung kerugian ekonomi keluarga peserta program. “Jadi dua hari penghasilan orang tuanya ditransfer oleh BGN dalam hal itu ya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, BGN juga tengah mengkaji perlindungan asuransi untuk kejadian seperti kecelakaan dan kebakaran yang berpotensi terjadi saat distribusi makanan.
“Kemudian juga sekarang ini BGN sedang mencari formulasi yang tepat, dari budget yang Rp15.000 itu bagaimana bisa mengcover juga asuransi-asuransi kebakaran, kecelakaan, karena kan ini pengantaran makan bergizi itu pak itu cukup ribet gitu, itu juga sedang kami cari formulasinya,” pungkas Tigor.***