JAKARTA — Legislator Komisi III DPR RI, Bimantoro Wiyono, SH, mendorong percepatan pembaruan hukum acara pidana lewat Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sebagai upaya konkret menjamin perlindungan hukum bagi rakyat kecil.
Dalam rapat kerja bersama para ahli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, baru-baru ini, ia menyoroti pentingnya penyempurnaan aturan demi menghapus ketimpangan hukum yang selama ini dialami masyarakat.
Menurut Bimantoro, RKUHAP harus menjadi instrumen koreksi atas ketidakadilan yang sering terjadi dalam praktik penegakan hukum di lapangan.
Ia menyebut bahwa banyak warga, terutama dari kalangan kurang mampu, kerap berhadapan dengan aparat tanpa pemahaman hukum memadai dan tanpa didampingi penasihat hukum.
“Kita melihat peristiwa-peristiwa hukum yang berlaku hari ini banyak yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.”
“Praktek-praktek di lapangan sering kali menunjukkan ketimpangan antara warga negara dengan aparat penegak hukum. Ini terjadi karena posisi keduanya tidak memiliki kekuatan hukum yang sama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bimantoro menegaskan urgensi penguatan hak-hak dasar dalam proses hukum. Menurutnya, perlindungan terhadap saksi, korban, dan tersangka wajib dijamin sejak tahap awal penyelidikan.
Ia menekankan bahwa keadilan hukum harus mulai ditegakkan bahkan ketika seseorang masih berada dalam status praduga tak bersalah.
“Ini fakta yang tidak bisa kita tutupi. Di lapangan, masyarakat yang tidak paham hukum sering menjadi korban praktik aparat yang melanggar hukum. Maka, pembaruan hukum melalui RKUHAP adalah kebutuhan mutlak,” tegasnya.
Bimantoro juga menggarisbawahi perlunya netralitas prosedur hukum yang adil serta pentingnya pembatasan kewenangan penyidik agar tidak mencederai hak-hak sipil. Ia menyebutkan bahwa dominasi aparat dalam sistem hukum saat ini sudah tak seimbang dan harus segera dikoreksi.
“Kami sangat setuju bahwa harus ada kontrol yang jelas sejak awal penyelidikan. Karena sejak awal semuanya masih sebatas dugaan, belum ada pembuktian. Jangan sampai masyarakat yang belum tentu bersalah justru diperlakukan seperti sudah terbukti bersalah,” kata politisi muda dari Komisi III tersebut.
Bimantoro juga menyampaikan keprihatinannya bahwa sekitar 60 persen dominasi proses hukum masih berada di tangan aparat, sementara masyarakat hanya memegang kendali 40 persen.
Ketidakseimbangan ini, ujarnya, hanya bisa diperbaiki lewat sistem hukum baru yang lebih partisipatif dan berpihak pada publik.
“Kami sangat berharap RKUHAP ini nantinya bisa memperkuat fungsi dan hak masyarakat agar bisa menjadi penyeimbang. Harus ada kejelasan dan keberanian untuk memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi dalam proses hukum,” tegasnya.
Sebagai bagian dari Komisi III DPR RI, Bimantoro menyatakan komitmennya untuk mengawal RKUHAP hingga disahkan.
Ia menilai rancangan ini sebagai titik balik bagi sistem peradilan pidana nasional, sekaligus sebagai harapan baru bagi kelompok rentan agar tidak lagi menjadi korban dari ketimpangan hukum yang berlangsung selama ini.***