JAKARTA – Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengaku dirinya adalah orang pertama yang melaporkan kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) ke Kejaksaan Agung pada September 2024. Laporan tersebut kemudian menyeret sejumlah orang ke dalam pusaran penyidikan.
“Saya yang melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung sekitar September 2024,” ujar Budi Arie saat dikonfirmasi wartawan pada Jumat, 23 Mei 2025.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas penyidikan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat terhadap proyek PDNS periode 2020–2023 yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan PDNS di bawah Kementerian Kominfo (kini Kementerian Komunikasi dan Digital).
Dugaan korupsi terungkap setelah serangan ransomware pada Juni 2024 yang melumpuhkan 239 instansi pemerintah. Serangan ini memicu kecurigaan adanya kelemahan sistem pengadaan dan pengelolaan PDNS yang diduga diakibatkan penyimpangan anggaran serta pelanggaran standar keamanan. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp500 miliar, dan bisa bertambah seiring berjalannya penyidikan.
Budi Arie: Pelapor atau Tersangka?
Pernyataan Budi Arie bahwa dirinya melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung menambah dinamika baru dalam kasus ini. Ia menegaskan bahwa laporan dibuat bersama Wakil Menteri dan Inspektur Jenderal pada September 2024, sebagai bentuk komitmennya terhadap transparansi dan penegakan hukum. Namun, keterlibatannya sebagai salah satu menteri yang membawahi proyek PDNS tetap menimbulkan pertanyaan.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan lima tersangka, termasuk Semuel Abrizani Pangerapan (Dirjen Aptika 2016–2024) dan Bambang Dwi Anggono (Direktur Layanan Aptika 2019–2023). Penyidik juga memeriksa puluhan saksi untuk mengungkap jaringan korupsi yang diduga melibatkan pejabat tinggi dan pihak swasta.
Respons Publik dan Langkah Komdigi
Kasus ini menarik perhatian publik, terutama setelah serangan ransomware yang mengganggu layanan publik, termasuk sistem imigrasi yang akhirnya beralih ke Amazon Web Services. Menteri Komunikasi dan Digital saat ini, Meutya Hafid, menegaskan dukungannya terhadap proses hukum dan telah membuka seluruh data yang dibutuhkan penyidik.
“Kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Meutya pada Jumat, 23 Mei 2025. Ia juga menyebut akan membentuk tim evaluasi internal untuk memperbaiki tata kelola proyek di kementeriannya.
Kontroversi dan Tuduhan
Meski Budi Arie mengaku sebagai pelapor, sejumlah pihak mempertanyakan perannya saat menjabat Menkominfo. Pakar telematika Roy Suryo menyebut keputusan Budi Arie mempercepat peresmian PDNS demi kepentingan tertentu menyebabkan kelemahan sistem dan kerugian besar.
“PDN yang seharusnya ada di empat lokasi—Cikarang, Batam, Ibu Kota Nusantara, dan NTT—dishortcut menjadi PDNS di Serpong dan Surabaya,” ungkap Roy, menyoroti pelanggaran terhadap standar keamanan ISO.
Selain itu, Budi Arie juga terseret dalam kasus dugaan keterlibatan mafia judi online yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Meskipun ia membantah tuduhan tersebut, kemunculan namanya dalam dakwaan jaksa menambah tekanan publik terhadap dirinya.
Dengan penyidikan yang masih berlangsung, publik menanti kejelasan status Budi Arie—apakah tetap sebagai pelapor atau berpotensi menjadi tersangka. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menegaskan komitmennya mengusut kasus ini hingga tuntas, tanpa pandang bulu. Puluhan saksi masih akan diperiksa dan barang bukti terus dikumpulkan.
Kasus PDNS ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek strategis nasional. Apakah Budi Arie benar-benar pahlawan yang membongkar korupsi atau justru bagian dari permasalahan? Hanya waktu dan proses persidangan yang akan menjawabnya.