JAKARTA – Eks narapidana kasus terorisme Bom Bali 2002, Umar Patek kini menjalani hidup baru sebagai barista. Melalui kedai kopi miliknya yang bernama Ramu Kopi. Patek berupaya meninggalkan masa lalu kelam dan membangun citra baru sebagai simbol perdamaian dan reintegrasi sosial.
Perjalanan Umar Patek Penuh Makna Menuju Kedai Kopi
Umar Patek memperkenalkan Ramu Kopi kepada publik. Nama “Ramu,” yang merupakan kebalikan dari nama “Umar,” menjadi cerminan transformasi besar dalam hidupnya.
“Saya dulu dikenal karena hal yang menyakitkan dunia, kini (saya) meramu rasa menyeduh damai,” ujar Patek, menegaskan komitmennya untuk meninggalkan kekerasan dan merangkul perdamaian.
Ramu Kopi hadir dengan varian yang menggugah selera, seperti Signature, Arabika Ijen, Robusta, dan Rempah. Setiap cangkir yang diracik Patek bukan sekadar minuman, melainkan wujud dari perjalanan panjangnya menuju penebusan dan perdamaian.
Acara peluncuran ini bahkan dihadiri oleh tokoh penting seperti Komjen Marthinus Hukom, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), yang pernah memimpin Densus 88 untuk mengejar Patek. Momen simbolis ketika mereka berjabat tangan dan berpelukan menjadi bukti kuat bahwa rekonsiliasi adalah mungkin.
Dukungan dari Penyintas dan Masyarakat
Kisah Patek tidak hanya tentang perubahan pribadi, tetapi juga tentang penerimaan dari mereka yang pernah terluka. Chusnul Chotimah, penyintas Bom Bali I, hadir dalam acara peluncuran Ramu Kopi dan memberikan dukungan penuh. Kehadirannya menunjukkan bahwa pengampunan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik dapat menyatukan pihak-pihak yang pernah terpisah oleh tragedi.
Patek sendiri menegaskan bahwa usaha kopi ini lahir dari keinginan untuk berkontribusi positif bagi masyarakat. “Saya tolak uang, saya butuh kerja,” katanya, mengenang momen ketika ia menolak bantuan finansial dan memilih untuk belajar meracik kopi dari ahlinya. Kini, ia menjalankan bisnisnya di Surabaya dan Banyuwangi, dengan visi untuk menyeduh damai dalam setiap tegukan.
Simbol Perdamaian di Tengah Kontroversi
Perjalanan Umar Patek tidak luput dari sorotan. Dulu, ia adalah buronan internasional dengan harga US\$1 juta atas kepalanya, dikenal sebagai asisten koordinator lapangan Bom Bali dan komandan pelatihan Jamaah Islamiyah di Filipina. Namun, setelah menjalani hukuman dan bebas bersyarat pada Desember 2022, Patek menunjukkan komitmen untuk setia pada NKRI dan menjalani program pembimbingan hingga 2030.
Kisahnya kini menjadi sorotan media lokal dan internasional, yang melihat perubahan Patek sebagai bukti bahwa rehabilitasi dan reintegrasi sosial adalah mungkin. “Dulu, saya meramu bom, dan sekarang saya meramu kopi,” ungkap Patek, sebuah pernyataan yang kini viral dan menggambarkan perjalanan luar biasanya dari masa lalu yang kelam menuju kehidupan yang penuh harapan.
Ramu Kopi, Lebih dari Sekadar Minuman
Ramu Kopi bukan hanya tentang kopi; ini adalah cerita tentang penebusan, pengampunan, dan keberanian untuk berubah. Dengan motto “menyeduh damai,” Patek ingin menunjukkan bahwa masa lalu tidak harus menentukan masa depan. Bisnisnya, yang didukung oleh Hedon Estate dan komunitas lokal, menjadi bukti bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.