CIREBON – Bencana longsor di kawasan tambang galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (30/5/2025), meninggalkan kisah pilu sekaligus penuh keajaiban.
Salah satu korban selamat, seorang sopir truk bernama Dedi (40), menceritakan detik-detik mengerikan saat dirinya tertimbun material longsor selama 30 menit. Peristiwa ini menjadi sorotan, mengingat longsor tersebut merenggut 14 nyawa dan melukai 11 orang lainnya.
Dedi, yang sehari-hari bekerja mengangkut batu hasil tambang, masih terguncang saat menceritakan pengalamannya. “Saya sedang berada di dalam truk, tiba-tiba tanah dan batu-batu besar bergemuruh. Dalam sekejap, truk saya tertutup material. Gelap, saya cuma bisa berdoa,” ujar Dedi dengan nada penuh syukur karena berhasil selamat.
Menurutnya, longsor terjadi begitu cepat tanpa tanda-tanda jelas. “Nggak ada suara gemuruh keras seperti longsor biasanya. Tiba-tiba saja material ambruk, menutupi truk saya. Saya terjebak di dalam kabin, nggak bisa gerak, cuma bisa dengar suara batu-batu kecil masih berjatuhan,” cerita Dedi, mengenang momen mencekam itu.
Kronologi Longsor yang Mematikan
Bencana longsor di Gunung Kuda terjadi sekitar pukul 10.00 WIB, saat para pekerja tengah sibuk melakukan aktivitas penambangan. Material batu dan tanah setinggi 200 meter tiba-tiba runtuh, menimbun tujuh truk dump dan tiga ekskavator. Tim SAR gabungan langsung dikerahkan untuk mengevakuasi korban. Hingga Sabtu (31/5/2025), tercatat 14 orang meninggal dunia, 11 lainnya luka-luka, dan delapan orang masih dalam pencarian.
Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirto Yuliono, menyebutkan bahwa penyebab longsor diduga akibat metode penambangan yang salah.
“Jenis batuan seperti ini seharusnya ditambang dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Ini sudah dijelaskan berkali-kali oleh inspektur tambang,” tegasnya.
Sayangnya, peringatan tersebut tidak diindahkan oleh pengelola tambang.
Upaya Penyelamatan yang Penuh Tantangan
Proses evakuasi di lokasi bencana berlangsung dramatis. Tim SAR, dibantu TNI, Polri, dan warga setempat, bekerja keras menggali material longsor. Polda Jawa Barat bahkan mengerahkan tiga anjing pelacak untuk membantu mencari korban yang masih tertimbun.
“Anjing pelacak kami memiliki kemampuan mengendus hingga kedalaman sepuluh meter. Ini sangat membantu dalam mempercepat pencarian korban,” ujar seorang petugas SAR.
Hingga kini, tujuh truk dump telah berhasil dievakuasi, termasuk dua milik Yayasan Al-Zahariah. Namun, proses pencarian delapan korban yang masih hilang, termasuk seorang wanita penjual es, terus dilakukan dengan hati-hati karena potensi longsor susulan masih mengintai.
Peringatan dan Pelajaran dari Tragedi
Tragedi ini bukan yang pertama di Gunung Kuda. Pada 2014 dan 2015, longsor serupa juga terjadi di lokasi yang sama, menewaskan sejumlah pekerja. Edit, warga setempat, mengungkapkan bahwa area longsor kali ini merupakan bekas galian yang dikeruk dari bawah.
“Bekas longsor dulu, dikeruk bawahnya, langsung ambruk gitu. Nggak ada tanda-tandanya,” katanya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat mengimbau agar operasi penambangan lebih memperhatikan keselamatan dan kondisi alam.
“Apabila terjadi hujan lebih dari satu jam, sebaiknya evakuasi mandiri dilakukan ke tempat yang lebih aman,” ujar seorang perwakilan BPBD.
Di tengah duka yang menyelimuti, kisah Dedi menjadi secercah harapan. Setelah 30 menit terjebak dalam kegelapan, ia akhirnya diselamatkan oleh tim SAR. “Saya pikir hidup saya sudah selesai. Tapi Tuhan masih beri saya kesempatan,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kisah heroik Dedi dan upaya tanpa lelah tim SAR mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan dalam bekerja, terutama di area rawan bencana seperti Gunung Kuda. Tragedi ini menjadi pelajaran berharga agar pengelolaan tambang dilakukan dengan lebih bijak dan bertanggung jawab.