NTT – Dua anggota polisi di Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi dipecat setelah dinyatakan bersalah dalam sidang kode etik. Keduanya terbukti melakukan hubungan sesama jenis, yang dianggap melanggar aturan dan merusak citra institusi Polri.
Berdasarkan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar pada Kamis, 20 Maret 2025, di Ruang Direktorat Tahti Polda NTT, memutuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap kedua anggota tersebut.
“Kedua anggota Polri ini terbukti melanggar kode etik dan telah menjalani proses sidang sesuai prosedur.” kata Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra.
Kedua polisi yang dipecat tersebut berinisial Brigpol L dan Ipda H. Brigpol L merupakan bintara di Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda NTT, sementara Ipda H menjabat sebagai Ps Pair Fasmat SBST Ditlantas Polda NTT.
Pelanggaran yang Dituduhkan
Berdasarkan putusan KKEP, Brigpol L terbukti melakukan hubungan seksual sesama jenis atau disorientasi seksual.
“Ia melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 serta beberapa pasal dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022.” tutur Henry
Selain itu, Brigpol L dinilai tidak jujur selama proses pemeriksaan, yang semakin memberatkan posisinya. “Perbuatannya tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencoreng citra Polri,” tambah Henry.
Sementara itu, Ipda H juga terbukti melakukan pelanggaran serupa, yaitu hubungan sesama jenis. Ipda H dinilai gagal menjaga keutuhan rumah tangganya, yang dianggap memperburuk citra kepolisian.
Komitmen Polri Tegakkan Integritas
Kombes Henry menegaskan bahwa sanksi pemecatan terhadap kedua anggota tersebut merupakan bentuk komitmen Polri dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas institusi.
“Polri tidak akan toleran terhadap pelanggaran kode etik, apalagi yang merusak citra dan kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Keputusan ini menegaskan bahwa Polri tetap konsisten dalam menerapkan aturan dan sanksi tegas terhadap anggota yang melanggar, tanpa memandang pangkat atau jabatan.
Dampak dan Reaksi Publik
Kasus ini telah memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama terkait isu hak asasi manusia (HAM) dan diskriminasi terhadap orientasi seksual. Namun, Polri menegaskan bahwa keputusan ini murni berdasarkan pelanggaran kode etik dan aturan yang berlaku.
Dengan adanya sanksi ini, diharapkan seluruh anggota Polri dapat lebih menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas, serta menghindari tindakan yang dapat merusak citra institusi.