JAKARTA – Pemerintah Indonesia akan menambah impor energi dari Amerika Serikat senilai US$10 miliar atau sekitar Rp168 triliun. Impor mencakup liquefied petroleum gas (LPG), minyak mentah, dan bahan bakar minyak (BBM).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan langkah ini diambil untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dengan AS, yang selama ini mencatat surplus di pihak Indonesia.
“Saya rapat tadi dengan Bapak Presiden untuk memastikan komoditas apa saja yang akan kita lakukan impor tambahan dari AS dalam rangka membuat keseimbangan neraca perdagangan kita,” ujar Bahlil
Mengapa Impor Energi dari AS Ditingkatkan?
Rencana ini merupakan respons atas kebijakan tarif resiprokal dari pemerintah AS yang mengenakan bea masuk hingga 32% untuk produk Indonesia. Presiden AS Donald Trump diketahui menyoroti surplus perdagangan Indonesia, yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai US$14,5 miliar pada 2024.
Dengan meningkatkan impor energi, Indonesia berharap dapat mengurangi surplus tersebut dan menciptakan hubungan dagang yang lebih seimbang.
“Kalau ini saja kita geser, maka defisit neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi. Neraca kita balance, ini yang kita akan lakukan,”jelas Bahlil.
Apa Saja yang Akan Diimpor?
Impor energi dari AS meliputi:
- LPG: Saat ini 54% LPG Indonesia berasal dari AS, dan akan ditingkatkan menjadi 80–85%.
- Minyak Mentah: Porsi impor dari AS yang saat ini 4% akan naik menjadi lebih dari 40%.
- BBM: Impor BBM juga akan ditambah, namun detailnya masih dalam pembahasan dengan Pertamina.
Impor dari negara lain seperti Singapura, Timur Tengah, dan Afrika akan dikurangi volumenya, namun tidak akan dihentikan sepenuhnya.
“Bukan di-stop juga. Volumenya yang mungkin dikurangi,” tambah Bahlil.
Dampak Impor Energi bagi Indonesia
Langkah ini diharapkan tidak hanya menyeimbangkan neraca perdagangan, tetapi juga mempererat hubungan bilateral dengan AS. Pemerintah memastikan bahwa pengalihan impor ini tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ini kita switch aja, kita pindah ke Amerika dan itu tidak membebani APBN, juga tidak menambah kuota impor kita,” ujar Bahlil.
Meski demikian, rencana ini menimbulkan pertanyaan. Mengingat ketergantungan impor LPG nasional mencapai 5,1 juta ton dari kebutuhan 7 juta ton per tahun.
Bahlil sebelumnya menyebut bahwa Indonesia menghabiskan Rp450 triliun per tahun untuk impor migas, termasuk LPG.
Langkah Selanjutnya
Pemerintah tengah melakukan negosiasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Setelah kesepakatan dicapai, jadwal pengiriman akan segera ditentukan.
Selain energi, Indonesia juga akan meningkatkan impor gandum dan kedelai dari AS sebagai bagian dari strategi negosiasi perdagangan.
Langkah ini diharapkan tidak hanya meredam potensi perang tarif, tetapi juga menjadi strategi cerdas untuk menjaga stabilitas ekonomi global.